Postingan sebelumnya:
Jam sudah hampir
menunjukkan pukul setengah 9 malam. Saya kembali menghubungi teman yang kerja
di RS, ternyata kamar yang sudah dipesan kemarin sudah terlanjur terisi, karena
kemarin saya batal membawa Nadaa ke RS.
Nadaa dan Hilmy sudah hampir tidur ketika Dokter R datang ke
rumah disertai suster. Mereka berdua langsung bangun lagi. Saya berterus terang
bahwa saya bingung serta panik menghadapi infus yang macet-macet. Dokter R
tersenyum maklum dan kembali menenangkan (lagi-lagi).
Kata beliau kalo memang
macet dan tidak yakin bisa membetulkan, biarkan saja dalam posisi stop sampai
pagi, tidak apa-apa. Besok paginya Suster i akan selalu datang untuk cek, periksa
dan memberi obat.
“Jadi tidak apa-apa
infusnya berhenti sampai pagi Dok?” tanya saya agak tak yakin.
“Iya. Fungsi infusnya kan
sekarang cuma untuk jalan pemberian suntikan obat saja. Ini anaknya juga sudah
terlihat baik kok,” jawab Dokter R.
Tapi ternyata setelah
dikutak-katik suster, si infus tetap macet juga. Dokter R menyuruh suster untuk
memindahkan jarum infus ke tangan kanan Nadaa. Daaan, Nadaa kesakitan ketika
ditusuk lagi. Ternyata salah tusuk. Entahlah apanya atau bagaimana, yang jelas
saya mendengar kata ‘pecah’ (mungkin pembuluh darahnya? Atau apanya? Yang jelas
salah posisi tusuk jarum infus). Tangan Nadaa langsung bengkak, dan mau
dipindah jarum infusnya ke titik lain lagi di lengan kanan Nadaa.
Enough.
Sudah sebelumnya saya
panik dan bingung, dokter/suster tak kunjung datang, Nadaa kesakitan pula.
Walaupun Dokter R masih tetap meyakinkan saya bahwa tak ada yang perlu
dikhawatirkan, bahwa Nadaa sudah mau sehat dan tinggal dalam masa pemulihan, bahwa
dia sudah beberapa kali menangani pasien home-care dengan DB dan/atau typhus
dan semua baik-baik saja; namun saya ragu.
Saya jelaskan baik-baik
bahwa saya bukannya ragu dengan kemampuan Dokter R untuk mengobati Nadaa. Saya
justru ragu dengan kemampuan dan mentalitas saya untuk mengurus Nadaa dengan
baik di rumah.
Akhirnya Dokter R pun ‘melepas’
Nadaa. Dia wanti-wanti, selama infus dilepas dan menunggu dibawa ke RS, harus
dijaga betul asupan cairannya. Soalnya berbahaya jika sampai kekurangan cairan,
karena infus kan sudah dilepas.
Hah? Lhah? Bukannya belum
lama dia menyatakan bahwa jika infus macet ngggak pa-pa di-stop dulu sampai
pagi dan tunggu suster datang untuk membetulkan? Tanpa berpesan selama menunggu
pagi itu Nadaa harus banyak minum?
Seketika saya langsung
yakin, pilihan ke RS memang yang terbaik. Walaupun (kata Dokter R) Nadaa sudah
dalam masa pemulihan dan masa kritisnya sudah lewat. Walaupun juga saya juga
agak sungkan karena Dokter R baik dan ramah kepada kami, serta sepertinya lebih
menganjurkan agar Nadaa dirawat di rumah saja.
No comments:
Post a Comment