Pages

Friday, October 30, 2015

Memudahkan Urusan Orang Lain



(dimuat di Harian Amanah tanggal 29 Oktober 2015)

Mimbar Kita Harian Amanah


“Terimakasih ya, sudah memudahkan kami dengan memberi uang pas.” Pelayan toko tersenyum  menerima uang pembayaran sembari mengangsurkan barang yang saya beli.

Saya tertegun. Ternyata membayar dengan uang pas, hal yang bagi sebagian orang terlihat ‘sepele’, bisa begitu berarti bagi pihak lain.

Poinnya adalah, begitu mudahnya sebenarnya bagi kita untuk berbuat baik dan beramal shalih. Yaitu dengan memudahkan urusan orang lain. Bahkan dengan hal yang ringan saja, bisa jadi sudah membuat orang senang karena merasa terbantu dan dimudahkan.

Fenomena yang kadang terjadi, seseorang yang memiliki kuasa senang memperlihatkan kuasanya. Di antaranya dengan membuat urusan yang sebetulnya sederhana menjadi ribet dan berbelit-belit. Demikian pula yang kadangkala terjadi di birokrasi pemerintahan. Bahkan ada istilah: jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah? Astaghfirullah...

Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

Dari hadits di atas terlihat bahwa betapa Allah sudah membukakan jalan bagi hamba-Nya untuk beramal shalih dengan cara yang mudah. Kesempatan itu terbuka lebar, tinggal kita yang peka terhadap sekitar.

Semoga kita selalu diringankan Allah untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama, di antaranya dengan cara memudahkan urusan orang lain. InsyaAllah, dengan demikian Allah pun akan memudahkan urusan kita. Aamiin... (***)

Friday, October 23, 2015

Bikin Brownies Tanpa Mixer dan Oven (dan Timbangan :D)



Tempo hari nemu postingan FB yang dishare teman. Isinya tentang resep aneka cake, bolu dan brownies. Jadi kepikiran pengen praktek resep juga, walaupun tak punya mixer dan oven, hehe.

Jadilah ikutan share postingan itu di FB, dengan maksud agar gampang nyarinya jika sewaktu-waktu mau praktek. Dan, di suatu pagi di hari Jumat akhirnya praktek beneran bikin si brownies. Sengaja pilih resep yang gampang dan seekonomis mungkin (alias pake telornya nggak banyak-banyak), biar nggak sayang kalo misalnya gagal, hihi.

Ini dia resepnya:

BAHAN :
~ 200 gr tepung terigu segitiga biru
( bisa di campur dg susu bubuk putih )
~ 200 gr gula pasir ( saya hanya pake 180 gram )
~ 30 gr coklat bubuk
~ 1 sachet / 3 sdm MILO + air hangat 200 ml
(resep asli pake indocoffee Coffeemix )
( merk kopi lain boleh saja )

~ 200 ml minyak goreng
~ 2 telur
~ 1 sdt soda kue.
~ sejumput garam
 
some of the ingredients

CARA MEMBUAT :
~ Campur & aduk rata semua bahan kering, sisihkan.
~ Kocok telur + gula pasir sampai mengembang tercampur rata ( saya pake manual saja ).
~ Masukkan bahan kering, aduk . masukkan MILO cair, aduk lagi.
~ Terakhir masukkan minyak goreng, aduk homogen dengan spatula, pastikan tercampur rata semua.
~ Tuang dlm cetakan kecil2. Olesi mentega.
~ Kukus pake api kecil s/d matang. Tes tusuk.
~ Pastikan air kukusan sudah mendidih dan tutup kukusan dialas kain serbet

Ohya, berhubung nggak punya timbangan juga, maka dipakailah ilmu kira-kira dalam menentukan ukuran bahan-bahannya. Trus saya pakainya cetakan tulban, bukan cetakan kecil-kecil seperti tertulis di resep.

Tadinya nggak begitu yakin apakah browniesnya bakal jadi atau nggak. Berhubung itu tadi.. takarannya kira-kira, ngocok telurnya juga pake sendok biasa. Trus pas mau nuang ke cetakan, kok kayaknya adonannya cair banget ya (maklum, baru sekali bikin brownies :D ).

ngocoknya pake sendok biasa :D

Ternyata hasilnya melebihi harapan euy. Enaaaakk.. lembut, moist dan nyoklat banget. Puas banget sama percobaan pertama resep ini. Anak-anak juga suka. Katanya nggak kalah dengan brownies yang biasa dibeli (agak lebay gak sih mereka, haha).

Alhamdulillah, berhasil dan enaaak ;)

Ternyata ibu-ibu yang nggak punya mixer-oven-timbangan kayak saya pun bisa bikin brownies enak, yeaaaayy :D

Thursday, October 22, 2015

Bicara yang Baik atau Diam


(dimuat di Harian Amanah tanggal 21 Oktober 2015)




Suatu pagi di sebuah kantor. Apel pagi baru saja usai, dan para pegawai sudah masuk ke ruangan masing-masing. Seharusnya mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tapi anehnya, sebagian memilihnya dengan aktivitas mengobrol. Kadangkala obrolan-obrolan itu akan terus berkesinambungan hingga jam kantor usai.

Sebenarnya kalau cuma mengobrol, mungkin tidak akan membuat hati ini begitu terusik (Walaupun sebenarnya mungkin sudah terhitung sebagai korupsi waktu, jika mengobrolnya tidak sembari melakukan pekerjaan / tugas kantor).  Tapi, yang menjadi masalah adalah isi obrolannya.

Ada yang mengeluhkan pekerjaan dan atasan Ada yang membahas (secara fisik) seorang tamu perempuan yang baru datang ke kantor untuk mengantar berkas. Ada juga yang saling mengolok-olok sambil tertawa-tawa. Ada yang menggunjing si A, B atau C.

Ironisnya, mereka yang hanya diam dan tidak ikut ambil bagian dalam obrolan, justru dikira sombong, sok sibuk, atau jaim. Dan ujung-ujungnya ikut digunjingkan pula. Astaghfirullah hal ‘adzim...

Padahal Allah SWT telah mengingatkan kita untuk dapat menjaga lisan dengan ucapan yang baik-baik, sebagaimana firman-Nya dalam QS Qaaf [50]: 18, “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.

Tuntunan untuk menjaga lisan dengan perkataan yang baik juga diajarkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dari Abu Hurairah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Semoga kita semua dimampukan Allah untuk senantiasa dapat menjaga lisan kita, dan terpelihara dari api neraka akibat perkataan yang tidak baik. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin..

***

Wednesday, April 15, 2015

Cerpen Anak di Majalah Ummi: "Gara-gara Talang Mampet"




Ini merupakan cernak (cerpen anak) pertama yang saya kirim ke Majalah Ummi. Alhamdulillah langsung dimuat, horeeee ^_^. Pemuatannya lumayan cepat, lagi. Kirim bulan Januari, dimuat di edisi bulan Maret. Untuk alamat email dan behind the story-nya, bisa dibaca di postingan ini ya temans.. :)
 
Cerpen anak di Majalah Ummi

GARA-GARA TALANG MAMPET
(oleh: Ofi Tusiana)


“Iya, kapan-kapan Abi lihat...”

Cuma itu jawaban Abi minggu lalu ketika Ummi dan Faiz melaporkan talang rumah mereka. Ketika itu hujan deras. Aliran air meluap dari talang beton yang terletak di atas langit-langit ruang keluarga. Air yang meluap dari talang mengalir menembus langit-langit dan akhirnya membasahi dinding.

Sudah dua hari ini Abi dinas ke luar kota. Di rumah cuma ada Ummi dan Faiz. Hujan deras yang turun terus menerus sejak kemarin membuat Ummi dan Faiz khawatir.

Talang itu! Ummi dan Faiz mendongak mengamati langit-langit di dapur dengan cemas. Satu-dua lajur aliran air turun pelan-pelan dari tepian langit-langit yang berbatasan dengan dinding. Semakin lama semakin banyak, sebelum akhirnya...

BRAK!

Langit-langit yang terbuat dari tripleks ambrol! Ummi memekik panik. Faiz terlompat kaget. Percikan air mengenai tubuh dan kepala mereka. Untung hanya satu bagian tripleks yang ambrol. Rupanya tumpahan air dari talang yang meluap semakin banyak, sehingga tripleks langit-langit tidak mampu menahannya lagi.

Segera saja, air seperti menyerbu rumah mereka dari atas. Setelah tidak tertutup tripleks lagi, sekarang kelihatan air dari talang memang meluap di sana-sini.

“Ya Allah, tolong kami..!” seru Ummi sambil bergegas menyeret tripleks yang lepas ke samping rumah. Tanpa dikomando Faiz sigap mengambil ember dan kain pel. Ditaruhnya ember-ember berjejer di dekat dinding, menampung luapan air dari talang.

Ummi dan Faiz bahu membahu bekerja, mengepel air yang membasahi lantai dan memeras airnya ke ember. Bergantian mereka membawa ember yang penuh air ke kamar mandi untuk dibuang airnya.

“Hati-hati Faiz, lantainya licin,” Ummi setengah berteriak, mencoba mengalahkan gemuruh suara hujan di luar.

 “Huh, Abi sih... Nggak mau dengerin kita. Padahal kan sejak sebelum pergi Abi sudah tahu kalau talangnya bermasalah Mi,” keluh Faiz. Tangannya masih sibuk dengan kain pel.

“Daripada menyalahkan Abi, lebih baik kita fokus beres-beres, Faiz. Lihat, embernya sudah mau penuh lagi!” ujar Ummi.

Hari menjelang magrib. Deras hujan mulai reda, lalu berhenti. Tapi di luar mendung tebal masih menggantung. Aduh, bagaimana kalau turun hujan deras lagi. Jangan-jangan Ummi dan Faiz harus berjaga sepanjang malam agar rumah mereka tak kebanjiran air yang turun dari talang.

“Kita telpon Abi aja ya Mi,” Faiz minta persetujuan Ummi.

“Abi lagi kerja, Faiz. Lagian Abi sedang di luar kota, tidak bisa datang langsung walaupun ditelpon,” jawab Ummi.

“Tapi Abi harus tanggung jawab, Mi,” ujar Faiz tak mau kalah.

Ummi tidak menjawab. Tapi dari kernyit di dahi Ummi, Faiz tahu bahwa Ummi khawatir.

Rupanya hanya sebentar hujan berhenti. Sekarang hujan mulai turun lagi, walau tidak sederas tadi. Ummi bergegas ke luar rumah sambil membawa payung.

“Faiz tunggu di rumah sebentar, Ummi akan cari bantuan.”

Ummi pergi sebentar kemudian muncul lagi bersama Mang Udin, tukang kayu di kampung sebelah kompleks perumahan Faiz.

“Mungkin talangnya mampet, Bu,” kata Mang Udin.

Sambil hujan-hujanan, Mang Udin memanjat tangga ke atap rumah untuk memeriksa talang. Ummi dan Faiz mengamati dari bawah.

“Hati-hati Mang!” seru Faiz.

Ternyata talang itu mampet karena tersumbat dedaunan kering yang yang menumpuk dari waktu ke waktu. Di depan rumah Faiz memang ada tiga pohon akasia yang besar. Mang Udin berhasil mengumpulkan hampir sekarung daun kering. Wah, pantas saja air di atas talang meluap. Tumpukan daun kering menyebabkan air tidak bisa mengalir dengan lancar.

Sayup azan magrib mulai terdengar ketika Mang Udin turun dari tangga. Rintik hujan berubah menjadi deras lagi! Untunglah Mang Udin sudah beres dengan urusan talang tersumbat.

“Terimakasih Mang Udin,” ujar Ummi dan Faiz hampir bersamaan.
           
Ternyata hujan deras turun hampir sepanjang malam. Kalau saja Ummi tidak memanggil Mang Udin dan talang tidak dibersihkan, bisa jadi Ummi dan Faiz harus berjaga sepanjang malam, mengepel air yang meluap dari talang.
           
Tiga hari kemudian Abi pulang dari luar kota. Segala kehebohan akibat hujan deras telah berlalu.
           
“Akhirnya Abi pulang juga! Oleh-olehnya mana nih, Bi?” seru Faiz menyambut Abi.
           
“Eit... Cium Abi dulu baru nagih oleh-oleh,” jawab Abi tertawa.
           
“Abi sih, nggak tau ada kejadian apa tiga hari lalu. Heboh, tau Bi...,” Faiz merajuk.

Ummi tersenyum sambil melirik Abi.

“Abi tahu kok. Ummi kirim SMS malam harinya. Abi bangga sama Faiz, sudah membantu Ummi dengan baik. Iya kan Mi?” kata Abi yang disambut anggukan Ummi.

 “Abi juga minta maaf, karena tempo hari tidak segera menengok talang dan membersihkannya. Padahal Ummi dan Faiz sudah sempat memberitahu Abi,” lanjut Abi.

“Faiz maafin deh, Bi. Yang penting oleh-olehnya memadai,” sahut Faiz sambil mengedipkan sebelah mata.

Abi dan Ummi tertawa mendengar candaan Faiz.

(TAMAT)