Pages

Sunday, September 28, 2014

Mengajak Anak Melek Finansial Sejak Dini



Suatu sore saya dan adik saya berjalan-jalan ke mall. Kebetulan saya mengajak Hilmy, si bungsu yang berusia 6 tahun.

“Mbak, anakmu anteng banget ya diajakin pergi ke mall. Gak rewel minta dibelikan macem-macem. Coba kalau Arsa ikut, waah biasanya geger minta ini-itu,” komentar adik sambil menyebut nama anaknya.

Saya tersenyum seraya bersyukur dalam hati. Jika mau pergi ke mall, Hilmy dan kakaknya, Nadaa (10 tahun), terbiasa dengan ‘aturan main’ yang sudah kami sepakati, yaitu tidak boleh meminta – apalagi dengan merengek – sesuatu, kecuali barang yang sudah direncanakan akan dibeli pada saat itu.

Ya, saya memang tegas dengan aturan itu. Bagi saya, hal itu merupakan salah satu cara memberikan edukasi finansial kepada anak. Apalagi kondisi finansial kami juga bukannya yang ‘berkelebihan’. Dengan menekankan kepada mereka untuk hanya membeli barang yang penting atau yang dibutuhkan, anak-anak akan belajar berdisiplin ketika berbelanja; tidak boros dan tidak mudah terpengaruh dengan banyaknya ‘godaan’ barang-barang yang tidak diperlukan.

Edukasi finansial penting untuk diberikan sedini mungkin kepada anak-anak. Seperti yang disampaikan oleh Elly Risman, Pakar Parenting dan Psikolog Kita Dan Buah Hati Foundation, orangtua harus memiliki kesadaran untuk mendidik financial literacy kepada setiap anaknya. “Agar anak bisa mengerti dan paham bagaimana membuat sebuah perencanaan, berpikir, memilih, memutuskan sesuatu hingga bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukannya, tutur beliau.

Belajar mengelola uang sejak kecil

Pendidikan finansial memang tidak secara eksplisit diajarkan di bangku sekolah, apalagi di sekolah dasar. Padahal pendidikan finansial sejak dini itu penting, agar seseorang mampu mengelola keuangan secara cerdas dan bertanggungjawab. Tanpa kemampuan ini, bisa jadi harapan untuk hidup mapan dan sejahtera di masa depan akan sulit tercapai. 

Kebiasaan dan contoh yang diajarkan orang tua dalam mengelola uang akan mempengaruhi kemampuan anak dalam mengelola keuangannya kelak. Melalui kegiatan sehari-hari anak dapat mengalami secara langsung dan lebih memahami praktek pengelolaan uang.


Ingin Atau Butuh? 

Ketika anak-anak meminta untuk dibelikan barang baru, biasanya saya tak langsung menurutinya. Tapi bertanya dan mengajaknya berdiskusi terlebih dulu. Apakah barang tersebut memang perlu untuk dimiliki atau fungsinya masih bisa digantikan dengan barang yang ada.

Jika belum butuh barang tersebut, atau sudah punya dan masih bisa digunakan, tentu tak usah dibeli. Atau jika dirasa mahal dan melebihi kemampuan kami, saya mengajak anak-anak untuk mencari alternatif barang dengan harga yang lebih murah dan terjangkau.

Seperti ketika Hilmy menginginkan tas baru, padahal tasnya yang lama masih baik-baik saja.

“Pengen tas yang seperti punya Faiz, Bun. Bagus, ada rodanya.” Hilmy menyebut nama seorang teman sekolahnya.

“Tas Hilmy juga bagus, ada gambar robotnya. Masih bisa dipakai nggak?” tanya saya.

“Hmm.. Masih sih..”

“Masih baru dibeli juga kan..?”

“Iya juga, hehe..”

Kadang anak memang masih perlu dibantu dan ‘diingatkan’. Jika sejak kecil sudah terbiasa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, anak akan terlatih selektif memilah barang mana yang perlu untuk dibeli dan mana yang bisa ditunda atau bahkan tak perlu dibeli. Sehingga terhindar dari kebiasaan konsumtif dan boros. 

Belanja cerdas 

Kegiatan belanja di mall / toko bisa menjadi ajang untuk menanamkan edukasi finansial kepada anak-anak. Anak-anak belajar barang-barang yang ada tidak bisa semuanya dibeli dengan uang yang ada. Perlu selektif dalam membelanjakan uang.

Saat berkeliling dan melihat banyaknya pilihan barang di display, kita bisa mengajak anak-anak untuk membandingkan harga beberapa barang, lalu memilih harga yang termurah dengan kualitas yang kurang lebih sama. Konsep hemat juga bisa dikenalkan, misalnya dengan mengajaknya berhitung dan mebandingkan produk mana yang lebih murah.

Sebelum berangkat, kita bisa mengajak anak-anak untuk bersama-sama menyusun daftar belanja. Mana barang-barang yang ‘perlu’ (bukan ‘ingin’) untuk dibeli. Dengan berpegang pada daftar belanja, anak belajar disiplin dalam mengeluarkan uang dan menghindari belanjaan yang tidak perlu. Walaupun ada iming-iming diskon, sale, atau ‘beli 1 gratis 1’ misalnya, jika tidak perlu dan bukan prioritas maka tidak usah dibeli. 
 
Permennya pinjam buat pose,
soalnya tidak ada di daftar belanja ^_^

Yuk, Nabung 

Kebiasaan menabung bisa diajarkan sejak kecil. Dengan menabung anak-anak belajar untuk menyisihkan uang yang ada sebagai simpanan, untuk digunakan ketika dibutuhkan. Tentu saja untuk hal-hal yang berguna.

Seperti ketika menginginkan membeli sepeda, saya mengajak Nadaa menyisihkan sebagian uang sakunya untuk ditabung. Selain belajar menyisihkan uang, dia jadi belajar menahan keinginan (1. untuk menghabiskan uang sakunya, 2. untuk langsung memiliki sepeda impiannya).

Untuk menabung di rumah, Nadaa memiliki celengan kayu hasil karyanya dari stik es krim, sedangkan Hilmy menabung menggunakan celengan kaleng. Kebetulan di sekolah mereka juga ada ‘hari menabung’ setiap Senin, dengan menggunakan buku tabungan sekolah. Selain itu, Nadaa dan Hilmy juga memiliki rekening sendiri-sendiri di salah satu bank. Mereka terlihat antusias ketika saya tunjukkan buku tabungan dan ATM-nya yang bertuliskan nama mereka masing-masing. Juga ketika menyetor sendiri uang tabungannya ke teller di bank.

Menabung di celengan

Biasanya saya katakan juga kepada anak-anak ketika kami memerlukan uang relatif banyak untuk suatu keperluan, misalnya untuk biaya mudik Lebaran, berarti kami orangtua juga perlu menabung dulu. Dengan juga memberi contoh kepada anak-anak, harapannya mereka bersemangat meniru kebiasaan finansial yang baik. 

Mengelola uang saku 

Uang saku berbeda dengan uang jajan. Menurut Lutfi Trizki, SE, MM, RFA dari Rumah Cerdas Finansial Kak Seto, di dalam uang saku terdiri dari pos-pos seperti untuk menabung, uang jajan, ongkos ke sekolah, dan lainnya.

Memberikan uang saku untuk anak merupakan salah satu sarana bagi anak untuk belajar mengelola uang sejak dini dan menentukan skala prioritas dalam membelanjakan uang. Dari uang sakunya, anak belajar memilah pos-pos penggunaan uangnya, juga belajar bertanggung jawab akan pemakaian uangnya.

Besarnya pemberian uang saku disesuaikan dengan kebutuhan anak. Kebetulan anak-anak saya tidak memerlukan ongkos ke sekolah, jadi uang sakunya hanya untuk membeli keperluan sekolah, jajan, menabung, dan infaq atau sedekah.

Ketika bisa berhemat dengan mengurangi jajannya, anak-anak akan bisa merasakan ada sisa lebih dari uang sakunya yang bisa digunakan untuk menabung dengan jumlah lebih banyak. Uang tabungan yang dikumpulkan harian akan disetor ke bank setiap bulan. Melihat penambahan uang yang ditabung dari waktu ke waktu membuat bersemangat untuk lebih giat menyisihkan uang. 

Belajar wirausaha 

“Bun, nanti titip beliin kain flanel lagi ya,” pesan Nadaa sebelum berangkat sekolah.

“Perasaan baru kemarin dibeliin buat prakarya di sekolah,” jawab saya.

“Kepingin bikin dompet HP Bun, nanti kalau bagus mau coba Nadaa jual ke teman-teman.”

Bukan kali ini saja Nadaa berinisiatif untuk ‘jualan’. Beberapa waktu lalu dia pernah berjualan dompet koin dan asesoris sederhana hasil karyanya dari kain flanel. Walaupun cara kerjanya masih belum rapi, tapi saya mengacungkan jempol untuk inisiatifnya ‘mencari uang’. Biasanya dia meminta saran kepada saya mengenai harga jual barangnya.

Nadaa dan pernik flanelnya

Dengan mengetahui proses mencari uang, anak akan menyadari bahwa untuk mendapatkan uang memerlukan usaha (tenaga, pikiran, dan waktu). Maka anak akan terbiasa menghargai uang sejak kecil, sehingga bisa membelanjakan dan mengelola uang dengan bijaksana. 

Mengenalkan investasi 

Konsep mengenai investasi juga perlu dikenalkan kepada anak. Tidak usah dulu bicara soal investasi ‘tingkat lanjut’ seperti saham dan pasar modal. Untuk anak usia sekolah dasar, edukasi finansial tentang investasi bisa dengan contoh sederhana yang diselipkan dalam percakapan sehari-hari.

Saya terkadang mengobrol dengan Nadaa soal ‘impian’ saya untuk membangun sebuah kos-kosan. Saya ceritakan kepadanya, bahwa dengan menyisihkan uang dari sekarang untuk membangun kos-kosan maka tiap bulan bisa menerima uang hasil kos tersebut. Saya katakan juga bahwa harga bangunan (properti) cenderung naik dari waktu ke waktu, sehingga berinvestasi di properti tak akan rugi. 

Perencanaan Masa Depan 

Harapan setiap orang tua adalah bisa menyediakan yang terbaik untuk anak-anak, termasuk pendidikan, untuk membantu sebagai sarana mereka mewujudkan cita-citanya. Mengajak anak berdiskusi mengenai rencana masa depan dan pendidikannya, juga bisa menjadi sarana edukasi finansial bagi mereka.

Tentu dibutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang untuk memenuhi kebutuhan dana bagi pendidikan anak. Apalagi dengan semakin tingginya biaya pendidikan saat ini. Berkaitan dengan perencanaan dana pendidikan, saya tertarik dengan salah satu produk dan layanan dari Sun Life Financial, yaitu Rencana Pintar. Program ini merupakan kerjasama antara PT Sun Life Financial Indonesia dengan bank BNI, dan kebetulan saya juga memiliki rekening di bank tersebut.

Rencana Pintar dari Sun Life
sumber: www.sunlife.co.id


Rencana Pintar dari Sun Life memberikan perlindungan diri bagi orang tua sekaligus memastikan tersedianya Dana Pendidikan bagi buah hati. Selain membantu merencanakan dana pendidikan dalam jangka waktu tertentu, program ini juga memberikan manfaat proteksi/asuransi. Tentunya selain lebih terencana, kita juga akan merasa lebih aman.

Nah, bukan tidak mungkin untuk memberikan edukasi finansial kepada anak-anak sejak dini. Justru jika sudah memahami sejak dini, anak akan terbiasa menerapkan dan tidak merasa berat dibanding jika sudah terlanjur. Harapannya, mereka akan terbiasa mengatur dan mengelola keuangan dengan baik, demi kesejahteraan hidup di masa depan.

So.. yuk, ajari anak-anak kita untuk melek finansial sejak dini.

***

Referensi:

http://www.kitadanbuahhati.com/article/pentingnya-mengajarkan-financial-literacy-kepada-anak.html

http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Pentingnya-Mengajarkan-Anak-Mengelola-Uang-Saku  



Tulisan ini diikutsertakan dalam Sun Anugerah Caraka Kompetisi Menulis Blog 2014
(Sub Tema: Pentingnya Edukasi Finansial Sejak Dini)
Pentingnya Edukasi Finansial Sejak Dini
Pentingnya Edukasi Finansial Sejak Dini



Saturday, September 13, 2014

[Resensi] Billy dan Anak Simpanse



Kali ini buku hadiah dari Mbak Sri Widiyastuti. Coba lagi bikin resensi untuk Kompas Anak, tapi belom berhasil dimuat juga. Ada yang mau ngajarin bikin resensi? ^_^
 
Resensi:
Kisah Billy, Si Anak Petani

Judul buku      : Billy dan Anak Simpanse
Penulis            : Sri Widiyastuti
Illustrator        : Stella Ernes
Cetakan
          : I, 2014
Penerbit
          : Pelangi (PT. Penebitan Pelangi Indonesia)
Teba
l              : 32  halaman


Billy adalah seorang anak petani di sebuah peternakan di Skotlandia. Suatu pagi, ketika sedang mengurus ternak-ternaknya, dia mendapati salah satu binatang peliharaannya hilang. Snowy, cerpelai kesayangan hadiah dari Kakek tak ada lagi di kandangnya.
Billy segera mencari Snowy. Diteriakkannya nama Snowy, dan dibawakannya makanan untuk Snowy. Billy juga mencari Snowy ke tempatnya biasa bersembunyi. Tapi Snowy belum juga ketemu.
Billy mencari sampai ke tepi hutan. Tiba-tiba terdengar suara. ‘Krosak!’
Suara apakah gerangan? Hmm, sepertinya ada sesuatu yang jatuh. Apakah itu Snowy?
Dengan penasaran, Billy mendekat ke arah suara tadi. Billy berharap itu adalah suara Snowy yang sedang bermain.
‘Krosak!’ Suara itu terdengar lagi. Kali ini begitu dekat!
Aaah, Billy kini tau dari mana suara itu berasal. Hati hati, dia semakin mendekat. Dan.. itu dia! Billy kaget tapi senang ketika menemukan “sesuatu” yang menimbulkan suara itu.
Hmm, sebenarnya apa yang ditemukan Billy? Apakah Billy berhasil  menemukan Snowy? Temukan kisah selengkapnya di buku cerita bergambar ini.
Gambar-gambar di dalam buku ini menarik sekali. Terutama suasana peternakan dan binatang-binatangnya. Membuat kita seperti benar-benar berada di dalam cerita dan mengikuti petualangan Billy, si anak petani. (***)

[Resensi] Sekotak Cinta untuk Sakina



Tempo hari pernah menang kuis yang diadain Mba Irma Irawati, dan dapet hadiah bukunya. Lalu coba-coba bikin resensinya trus dikirim ke Kompas Anak. Tapi sayang gak dimuat-muat, heeehe. Daripada cuma ngendon di folder laptop, taro di blog aja deh ya. Ini dia...
 
Resensi:
KISAH SAKINA DI PONDOK PESANTREN

Judul buku      : Sekotak Cinta untuk Sakina
Penulis
             : Irma Irawati
Cetakan
           : I, 2013
Penerbit
           : Qibla - PT. Bhuana Ilmu Populer
Teba
l               : 126  halaman


Terbiasa bersekolah di tempat yang keren dengan fasilitas lengkap, tiba-tiba Sakina harus pindah ke sebuah pondok pesantren yang sederhana. Dari awal tiba, Sakina sudah merasa tak betah! Dia ingin pulang; melanjutkan les piano, les Bahasa Perancis, dan les menarinya lagi.

Walau diyakinkan Amara -- teman sekamarnya – bahwa lambat laun Sakina akan betah tinggal di pondok, Sakina tetap keras kepala dan menganggap remeh semua kegiatan di pondok. Bahkan Sakina berani melanggar peraturan pondok! Dia bertekad hanya akan tinggal sebentar di pondok, dan meminta Papa untuk segera menjemputnya pulang.

Hingga suatu hari, ada peristiwa yang membuat Sakina mulai berpikir ulang. Apalagi setelah Sakina memiliki Blorok dan berkenalan dengan Lana. Sakina semakin bimbang ketika suatu malam dia menerima sebuah paket berbentuk kotak yang misterius. Dan ternyata tak hanya sekali Sakina mendapatkan kotak itu, tapi dua kali!

Hmm, peristiwa apakah itu? Siapakah Blorok dan Lana? Lalu, apa isi kotak misterius itu? Siapa pula pengirimnya? Apakah semua itu membuat Sakina tak jadi keluar dari pondok?

Buku ini mengajak kita ‘berkenalan’ dengan suasana pondok pesantren yang ternyata asyik dan banyak memiliki kegiatan seru. Banyak pula nilai positif yang dapat diambil dari buku ini, seperti persahabatan, kemandirian, dan positive-thinking. Gaya bertutur penulisnya yang mengalir, membuat kita serasa ikut terlibat di dalam cerita. ***