[Cerpen pertama yang dikirim ke Majalah Bobo, dan -- alhamdulillah -- langsung dimuat. Padahal sebelumnya udah ditolak di Kompas Anak. Rejeki memang nggak ke mana. Dan kayaknya lebih jodoh sama Bobo ^_^]
BUNDA DI BELANDA
“Sent”
Fara menatap layar komputer dengan puas.
Dia baru saja mengirim e-mail untuk Bunda yang sedang kuliah di Belanda,
tepatnya di kota Rotterdam. Bunda mendapat beasiswa untuk melanjutkan
pendidikannya di Negeri Kincir Angin itu.
***
Awalnya Fara sedih waktu Bunda dan Ayah
mengabari bahwa Bunda akan pergi ke Belanda untuk kuliah di sana selama
setahun. Bunda akan pergi sendiri. Tanpa Ayah dan Fara. Sebenarnya Fara sudah biasa
ditinggal Bunda, kalau Bunda mendapat tugas dari kantornya ke luar kota. Tapi
kali ini Bunda akan pergi jauh, dan lama. Biasanya paling-paling Bunda pergi
selama satu minggu. Itu pun sudah membuat Fara kangen sekali sama Bunda.
Bunda bilang, uang beasiswa Bunda tidak
cukup untuk membawa serta Fara dan Ayah untuk ikut tinggal di Belanda.
Lagipula, pekerjaan Ayah di kantor tidak bisa ditinggal lama-lama, apalagi
sampai setahun. Jadi, terpaksa Bunda pergi sendiri, tanpa mengajak Fara dan
Ayah.
Tadinya Bunda mau menolak beasiswa itu,
karena kasihan sama Fara dan Ayah. Tapi Ayah meyakinkan Bunda, bahwa sekolah
itu penting. Lagipula sayang kalau beasiswa itu harus ditolak begitu saja,
sementara banyak orang yang menginginkannya.
Fara sebenarnya tidak masalah kalu Bunda
melanjutkan kuliah. Tapi kalau jauh sekali ke Belanda, sementara dia ditinggal
di Indonesia, Fara jadi sedih. Selama ini Fara dekat sekali sama Bunda. Bunda
tempatnya cerita dan curhat tentang kejadian-kejadian di sekolah. Bunda yang
menyisir dan mengikat rambutnya tiap kali Fara mau ke sekolah. Bunda yang
membantunya mengerjakan PR. Fara sering ikut Bunda ke kantor kalau kebetulan
Bunda harus lembur di hari Sabtu atau Minggu. Pokoknya bagi Fara, Bunda adalah
teman terbaiknya.
Bunda dan Ayah mengerti kegalauan hati
Fara.
“Fara, Bunda memang pergi cukup lama.
Setahun. Tapi, Bunda pergi untuk kuliah, bukan liburan atau bersenang-senang.
Dan, kalau Fara juga menyibukkan diri di sekolah, les mengaji dan berenang,
waktu setahun itu tidak akan selama yang dibayangkan,” kata Ayah.
Bunda melanjutkan, ”Fara juga tetap bisa
curhat sama Bunda. Nanti Bunda akan sering-sering telepon dan mengirim e-mail
untuk Fara.”
“Dan jangan khawatir, gini-gini Ayah
juga ahli soal kepang-mengepang dan mendandani rambut lho. Adik Ayah kan
perempuan semua. Dulu Ayah yang bantuin Eyang Putri menyisir dan mendadani
Tante Dewi dan Tante Reni setiap mereka ke sekolah.”
Hihi, mau tak mau Fara jadi tersenyum
geli membayangkan Ayah yang masih kecil sibuk mendandani tante-tantenya.
***
Demikianlah. Bunda masih punya waktu
sebulan sebelum berangkat ke Belanda. Rasanya Fara ikut sibuk bersama Bunda
menyiapkan segala sesuatu sebelum Bunda berangkat.
Fara ikut menemani ketika Bunda mencari winter coat untuk dipakai di Belanda.
Ya, Belanda adalah Negara di Eropa yang memiliki 4 musim: spring (musim semi),
summer (musim panas), autumn (musim gugur), dan winter (musim dingin).
Fara dan Ayah ikut membantu Bunda
mengepak barang bawaan di koper. Koper Bunda besar sekali. Selain pakaian dan
buku, Bunda juga membawa beberapa makanan, seperti mie instant, kering tempe
dan bumbu pecel. Kata Bunda, ini penting untuk hari-hari awal Bunda di Belanda,
karena siapa tahu di sana Bunda tidak langsung bisa menemukan tempat berbelanja
bahan makanan untuk dimasak.
Lalu hari itu pun tiba. Fara dan Ayah
mengantar Bunda ke bandara. Sepanjang perjalanan Bunda memeluknya erat. Ayah
menyetir mobil sambil bernyanyi-nyanyi, sesekali menceritakan kejadian lucu.
Fara dan Bunda tertawa, terhibur oleh Ayah.
***
Hari-hari pertama ditinggal Bunda
benar-benar berat bagi Fara. Fara sering bersedih dan merasa kesepian. Untung
ada Ayah yang selalu baik dan menemani Fara. Ayah juga mengajari Fara membuat
dan mengirim e-mail, sehingga Fara bisa surat-suratan dengan Bunda lewat
internet.
Bunda kadang menyertakan foto di e-mail yang
dikirimkan untuk Fara. Ada foto Bunda kegiatan Bunda di kelas, foto kampus –
tempat Bunda kuliah, juga foto-foto pemandangan di Belanda, seperti kincir
angin dan bunga tulip.
Selain itu, Ayah pun memasang Skype di komputer
rumah. Dengan Skype, Fara dan Ayah bisa menelepon dengan Bunda dengan saling
bertatapan muka di layar komputer. Mengobrol dengan Bunda sambil menatap wajah
beliau di layar, membuat Fara merasa seperti sedang berada di hadapan Bunda.
Kadang Fara sampai tidak menyadari bahwa Bunda berada nun jauh di negeri
Belanda yang beribu-ribu kilometer jauhnya.
***
Kini sudah hampir enam bulan Bunda di
Belanda. Fara sudah mulai terbiasa dan menjadi lebih mandiri. Ternyata semuanya
tak sesulit yang dibayangkannya dulu. Skype dan email membuatnya selalu merasa
dekat dengan Bunda. Dan tanpa disadari, kemampuan Fara mengetik dan bercerita
lewat email semakin terasah. Fara pun tak lagi risau dengan dandanan rambutnya,
karena Ayah memang bisa menanganinya dengan baik dan Fara pun sedikit demi
sedikit mulai lihai menjepit, menguncir, dan mengepang sendiri rambut
panjangnya.
Di emailnya yang terakhir, Bunda
bercerita tentang tugas-tugas kuliahnya yang banyak. Tentang kesibukannya
belajar. Fara tidak mau kalah
dengan Bunda yang masih saja semangat untuk belajar. Fara merasa tertulari semangat Bunda.
Dalam benaknya, asyik sekali kompakan dengan Bunda untuk sama-sama bersekolah.
Walau dia di Indonesia dan Bunda di Belanda.
Hmm.. Fara tersenyum sambil memandangi
layar komputer di hadapannya. Fara
tahu, walaupun Bunda jauh di Belanda, tapi Bunda selalu mengingat dan
menyayanginya. Seperti Fara terhadap Bunda.
***
No comments:
Post a Comment