Pages

Tuesday, December 2, 2014

Ketika Hilmy Sakit (2)



Berbekal rujukan dokter keluarga, saya ke poliklinik anak di RSIA Wijaya Kusuma. Sebenarnya dokter merujuk langsung ke IGD agak tak antri dua kali. Tapi di bagian pendaftaran rumah sakit menyarankan ke poli anak saja dulu, siapa tahu gak harus rawat inap alias opname.

Kami mendapat nomor urut 9. Hilmy masih terlihat lumayan ceria dengan tab-nya. Tak lama menunggu, dokter (H. Sugijanto, Sp.A.) memanggil. Begitu tahu bahwa hHilmy sudah mulai panas sejak tanggal 10, dokter langsung ‘memerintahkan’ untuk rawat inap. Kemungkinan besar tifus. Ohya, saat diperiksa dokter dengan termometer (digital, dimasukkan ke telinga) suhu tubuh Hilmy 38.5 derajat. Lewat telepon, dokter menginformasikan suster/staf rumah sakit untuk menyiapkan kamar dan cek lab untuk Hilmy.

Setelahnya saya ke bagian administrasi untuk mengisi berkas, lalu mengantar Hilmy ke ruangan untuk diambil darahnya dan dipasang Hilmy. Nah, mulai di sini Hilmy terlihat ‘kecut’. Padahal sebelumnya di ruang periksa, saat dokter bilang “mondok saja ya”, Hilmy masih sok berkata ke saya, “iya Bun, mondok saja.” Belum tau dia, hehe.

Saat dipasang infus, menangis juga walaupun tak bersuara. Tapi pas diambil darah, pertahanannya bobol juga. Hilmy yang memang agak manja dan kurang tahan terhadap rasa sakit pun menangis lumayan kencang. Ohya, di sini Hilmy dicek temperatur lagi. Kali ini pakai termometer air raksa dan suhunya 40.4 derajat. Waah, panas sekali!

Sesuai jatah Askes, Hilmy mendapat kamar kelas 1. Lumayan nyaman, kamar untuk 1 pasien dengan AC dan tv. Suster-susternya juga baik dan ramah. Alhamdulillah, bersama kesulitan ada kemudahan. Fa inna ma’al usri yusroo, inna ma’al usri yusroo..

Gelang identitas Hilmy; dapat kamar 1E
Ternyata Hilmy positif tifus (hasil tes widal 1/160) dan trombositnya juga di bawah normal, hanya 104rb. Harus banyak minum dan makan untuk meningkatkan trombositnya. Tapi berhubung tifus, makannya cuma bubur.

Ohya, bubur yang dikasih  benar-benar bubur tepung beras yang halus (bubur sumsum). Lauknya pun cuma tahu telur kuah (tahu yang dihancurkan dicampur telur lalu dikukus). Kalau pagi bubur sumsum + kuah gula. Beda dengan Nadaa di RSUD dulu, buburnya agak kasar (bubur beras, bukan tepung beras), dan dikasih pisang ambon untuk makanan selingan. Sepertinya dokter di RSIA ini lebih berhati-hati.


bubur halus ala rs untuk hilmy
Untuk mengatasi tifusnya, Hilmy diberi obat (antibiotik) lewat injeksi di selang infusnya. Dan dia selalu nangis kesakitan. Kata Nadaa yang sudah ‘pengalaman’, memang rasanya sakit/pegal di sepanjang tangan-lengan. Susahnya, ada jadwal pemberian obat saat tengah malam. Lumayan mengganggu tidurnya.

Selain obat via injeksi, Hilmy juga harus minum obat per oral, yang sudah disajikan di mangkuk kecil dan diantar ke kamar setiap kali jadwal minum obat. Volumenya lumayan banyak sekali minum, sekitar 3-4 sendok takar (campuran sirup dan puyer).

Karena kasihan, saat visit dokter saya sampaikan perihal Hilmy yang kesakitan itu. Untunglah dokter mengerti dan meminta perawat agar obatnya diencerkan. Tapi ternyata walau sudah diencerkan Hilmy masih saja kesakitan. Akhirnya di hari kedua (malamnya) obat lewat injeksi pun dihentikan dan diganti obat oral semua.

Mungkin karena trauma sakit saat injeksi obat, Hilmy juga enggan dan marah (menangis) setiap diambil darahnya untuk cek trombosit. Padahal sebetulnya cuma ditusuk sedikit di ujung jari. “lebay”, kata Nadaa :D.

Tidur setelah nangis diinjeksi

Ohya, selama di RS Hilmy sering mengeluh lapar, pengen makan roti, dsb. Sayang kata dokter untuk sementara Hilmy hanya boleh makan bubur halus. Bahkan roti tawar pun belum boleh. Hanya biskuit marie yang boleh. Itu pun setelah saya agak bernegosiasi :D. “Kalau masih lapar nanti porsi makannya minta dobel saja,” kata dokter. Dan betulan, tanpa saya minta setelah itu Hilmy diberi 2 porsi bubur dan lauknya :D.

Syukur alhamdulillah kondisi Hilmy terus membaik. Tidak panas lagi. Walaupun tensi darahnya kadang rendah, 60/50, tapi dokter bilang tidak mengapa. Sore hari pertama trombosit 127rb, hari kedua 139rb, besoknya 148rb. Hari keempat (Sabtu 29 November) trombosit sudah dalam range normal, 183rb. Tensi 90/60, tidak pusing, perut tidak sakit. Itu artinya, Hilmy boleh pulang, yeaay.. Alhamdulillah.

Sekarang Hilmy sudah di rumah. Masih harus minum obat, banyak istirahat, dan makannya masih bubur. InsyaAllah Senin/Selasa besok obatnya habis dan kontrol ke dokter. Semoga Hilmy segera sehat, pulih, dan tidak sakit-sakit lagi. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin..


Hilmy dah di rumah (Sabtu, 29 Nov 14)

Ketika Hilmy Sakit (1)



Sabtu, 29 November 2014

Alhamdulillah siang tadi Hilmy sudah boleh pulang dari rumah sakit. Sejak hari Rabu dia opname di Wijaya Kusuma. Tifus dan DB sekaligus, kata dokter. Empat hari mondok di RS. Wah, berarti seperti kasus Nadaa kakaknya kira-kira setahun lalu.

Masih ingat kurang lebih 3 minggu lalu, Minggu 9 November 2014 saya mengajak Hilmy ke Jogja. Senin – Kamis 10 – 13 November 2014 ada ujian JFA di BPKP Perwakilan Yogyakarta. Nadaa sementara saya titip di rumah kakak.

Senin siang sepulang ujian dan kembali ke hotel, Hilmy mulai anget. Ndilalah saat itu saya tidak membawa madu dan propolis, padahal biasanya kalo pergi sama anak-anak pasti bawa. Sempat kepikiran mau bawa, tapi sok-sokan positive thinking Hilmy sehat-sehat saja selama di Yogya..

Jadi begitu. Selama 4 hari ikut saya ujian, sore – malamnya Hilmy demam. Waktu itu cuma saya kasih paracetamol. Alhamdulillah selama ikut ujian di pagi – siang hari, Hilmy baik-baik saja dan terlihat ‘sehat’ plus tidak rewel. Ohya, ternyata Nadaa juga demam mulai hari Senin di rumah kakak saya. Aduh, benar-benar ujian lahir-batin rasanya.

Pulang dari Yogya Kamis 13 November 2015 , sampai rumah menjelang magrib. Hujan deras. Jumat sorenya baru bisa bawa anak-anak ke dokter keluarga. Nadaa masih demam lumayan tinggi, Hilmy cuma tinggal ‘anget’ doang. Diagnosa sementara: Nadaa kambuh tifusnya, sementara Hilmy cuma kecapekan saja, walaupun saat diperiksa perutnya agak kembung. Saat diukur suhu tubuh, Nadaa 38.5 derajat dan Hilmy 37 derajat.

Herannya, walaupun dokter bilang Hilmy demam karena capek, tetap saja dikasih sirup antibiotik. Selain itu ada puyer untuk panas, pusing, radang. Nadaa yang kambuh tifusnya juga dikasih antibiotik dan beberapa tablet lainnya untuk demam serta vitamin.

Dua hari minum obat dokter Hilmy sudah terlihat sehat. Ohya, saya hanya memberi Hilmy puyernya saja, antibiotiknya tidak. Pertimbangannya agar anak tidak ‘sedikit-sedikit antibiotik’. Lagipula waktu itu dokter cuma bilang demam karena capek.

Senin 17 November Hilmy mulai sekolah lagi. Tapi besok sorenya badannya kembali anget. Bermaksud jaga-jaga, hari Rabunya Hilmy saya liburkan dulu sekolahnya. Konsumsi madu + propolis. Tapi kok masih saja demam, dan ada batuknya juga. Biasanya dengan madu+propolis, demam dan batuk Hilmy berangsur sembuh, walaupun memang agak lebih lama dibanding dengan minum obat dokter.

Berhubung tidak ada perkembangan positif, Sabtu  22 November saya bawa ke dokter keluarga lagi. Dokter bilang diagnosis sementara ISPA, dan memberi antibiotik sirup cefadroxil plus puyer untuk demam dan pusing. Belum bisa dipastikan tifus/DB karena perlu cek darah. Dokter pesan jika dalam 2-3 hari (pas obatnya habis) belum ada perkembangan maka harus datang lagi untuk cek darah.

Begitulah. Hilmy masih demam, malah cenderung naik. Memang saat-saat setelah minum obat panasnya turun dan badannya berkeringat. Tapi tak lama demamnya kembali datang. Begitu terus sampai obatnya habis. Malah di hari Minggu (23 November) sore, dia sempat seperti berhalusinasi melihat binatang-binatang di langit-langit dan tembok kamar.

Entah halusinasi entah apa, yang jelas Hilmy menceritakan makhluk-makhluk (binatang) yang dilihatnya dengan jelas dan rinci. “Tuh tuh.. Kelincinya lompat. Ada serigala.. mulai mengejar.. Itu di sana gorilla..” dst dsb. Alhamdulillah malam setelah minum obat suhunya lumayan turun.

Senin (24 November) malam saat obatnya habis, saya bawa Hilmy ke dokter lagi, tapi sayang sudah tutup. Jadi baru keesokan paginya bertemu dokter dan langsung dirujuk ke rumah sakit. Secara fisik sih Hilmy terlihat masih lumayan aktif dan seperti tidak sedang sakit (parah), masih lumayan ceria dan banyak bicara, tapi panasnya memang lumayan tinggi. Di rumah -- sebelum ke dokter -- saya ukur suhunya mencapai 39 derajat. Kemungkinan tifus, kata dokter sambil menulis surat rujukan.

(bersambung)