Pages

Sunday, August 31, 2014

Cerpen Bobo: Pelajaran untuk Pak Bo

Cerpen ke-5 yang dimuat di Bobo (edisi nomor 19, edar tanggal 14 Agustus 2014). Dikirimnya tanggal 29 Januari 2014. Lumayan lama juga ya masa tunggunya. Semoga makin rajin nulis dan makin banyak yang dimuat di Bobo, aamiin.. ^_^


Berikut ini versi aslinya sebelum diedit oleh editor Majalah Bobo:



PELAJARAN UNTUK PAK BO

 Pak Bo yang sarjana ekonomi bekerja di sebuah kantor di sudut kota Kebu-kebu. Perutnya gendut, mulutnya lebar, suaranya besar. Penampilannya rapi dan selalu berdasi. Rambutnya pun selalu tersisir kelimis.

Sebenarnya dia orang yang pintar. Semua tugas yang diberikan oleh Pak Zi, bosnya, selalu dikerjakan dengan cermat dan cepat diselesaikannya.

Sayang, Pak Bo hobi sekali mencela segala sesuatu. Sepertinya ada saja hal yang tidak pas di matanya.

Pak Bo selalu saja tidak puas dengan keadaan kantornya. Pak Bo juga sering membicarakan orang. Hampir semua orang di kantor pernah dibicarakan di belakang oleh Pak Bo.

“Seharusnya Pak Zi memberikan gaji yang lebih besar kepada kita. Pekerjaan kita semakin lama semakin banyak!” serunya suatu ketika. Tapi anehnya, Pak Bo tidak mau bicara langsung kepada Pak Zi. Dia hanya mengeluh di depan rekan-rekan kerjanya.

“Terang saja Pak Su bisa menguasai banyak hal. Dia punya banyak waktu di rumah, karena tidak punya anak,” kali lain giliran Pak Su yang kena sasarannya. Hmm, Pak Bo juga suka iri terhadap rekan kerjanya. Karena tekun dan suka mempelajari hal-hal baru, Pak Su memang terkenal serba bisa di kantor. Dia menjadi karyawan andalan Pak Zi.

“Kurasa Al orang yang aneh. Mengapa dia pindah ke kantor kita? Bukankah kantornya yang dulu lebih besar dan gajinya lebih tinggi?” celetuknya. Aduh, bahkan Pak Bo terlalu menaruh curiga dan berprasangka.

“Hei Win! Tun! Kalian ini seperti tak punya tenaga saja. Mengangkut berkas saja tak bisa sendiri.” Wah, wah. Win sampai merasa jengkel dalam hati. Berkas-berkas itu memang berat sekali jika diangkut sendirian. Makanya Win meminta bantuan Tun.  

“Pssst, Her. Kau kan jauh lebih muda dan pintar dibandingkan Pak Su. Tapi kenapa Pak Su yang selalu dipilih oleh Pak Zi untuk menjadi Ketua Tim?” bisiknya kepada Pak Her. Uh, ini sifat pak Bo yang paling berbahaya. Suka menghasut!

Selama ini tak ada orang yang menanggapi Pak Bo. Rata-rata karena malas berurusan dengannya. Atau tak tahan dengan kata-katanya yang menusuk.

Suatu hari, Pak Zi menunjuk Pak Su membentuk sebuah tim khusus untuk menangani sebuah proyek amal membangun kompleks panti asuhan. Pak Su segera memilih teman-teman untuk menjadi anggota timnya. Sudah tiga orang yang terpilih, yaitu Pak Her, Bu Yat, dan Al si anak baru. Pak Su masih butuh satu orang anggota lagi.

“Sepertinya Pak Bo bisa mengerjakan bagian akuntansinya. Apakah kita perlu mengajak Pak Bo untuk menjadi anggota tim?” tanya Pak Su ketika menggelar rapat tim.

“Ah, tapi ini proyek sukarela, Pak. Tidak ada honornya. Bagaimana kalau nanti dia mengeluh terus?” kata Pak Her.

“Betul, Pak Su. Lagipula saya tidak tahan mendengar cercaannya,” kali ini  Bu Yat yang menambahkan.

Akhirnya tim sepakat untuk mengajak Pak Wan sebagai anggota terakhir. Walau tak sepintar Pak Bo, tapi Pak Wan rajin bekerja dan juga sopan.

Dan beginilah reaksi Pak Bo.

“Hahahaha. Wan, Wan. Kau memang bodoh. Mau saja diajak masuk tim yang tak ada bayarannya. Mereka hanya memanfaatkanmu. Kalau aku, tak akan mau ikut proyek itu. Sayang sekali otakku yang pintar ini kalau hasil kerjaku tidak dibayar.”

Tanpa peduli ocehan Pak Bo, tim Pak Su pun mulai bekerja, dan berhasil membangun panti asuhan di kota Kebu-kebu. Pak Zi senang karena para stafnya telah bekerja dengan baik.

Pak Walikota datang untuk meresmikan panti asuhan tersebut.

“Terimakasih kepada Pak Zi yang telah memprakarsai proyek amal ini. Juga kepada Pak Su dan anggota timnya yang telah bekerja keras, hingga kota Kebu-kebu memiliki sebuah panti asuhan yang bagus,” kata Pak Walikota dalam sambutannya.

“Halah, cuma proyek kecil begitu saja,” Pak Bo mencibir.

“Oleh karena itu, saya mempercayakan proyek rumah susun Kota Kebu-kebu kepada Pak Su dan timnya. Jangan khawatir, proyek itu bukan proyek amal lagi. Nilainya cukup besar, sehingga akan ada honor yang lumayan untuk tim yang mengerjakannya,” sambung Pak Walikota.

Wajah Pak Zi dan seluruh tim Pak Su berseri-seri. Sedangkan Pak Bo hanya bisa gigit jari.

(SELESAI)