Pages

Thursday, December 15, 2016

Sebuah Email di Sore Itu



Dua hari lalu menjelang magrib. Saya tiba di rumah dengan kuyup karena hujan. Dingin, tentu saja. Plus agak bete karena sudah beberapa hari pulang kantor selalu basah kehujanan (ngaku :D).

Tapi notifikasi email yang masuk di gadget sesaat kemudian, seketika mengubah suasana hati. Ini copy-paste isi emailnya: 

Assalamualikum salam kenal kakak .. aku kenal kakak dari buku jilbab traveler. Kakak mau kah kakak berbagi cerita tentang luar negeri?  aku dari indonesia loh kak.. pengen kuliah di luar negeri. Sekedar berkenalan boleh kan?? :-)

Ternyata masih ada yang baca – dan suka – tulisan saya. Dan ternyata saya sudah lama absen menulis, hiks.

Buku The Jilbab Traveler yang disebut di email itu adalah sebuah antologi yang dieditori oleh Mbak Asma Nadia. Kumpulan tulisan yang berkisah tentang perjalanan melanglang buana dan pengalaman tinggal di berbagai belahan bumi para kontributornya. Ini sebenarnya adalah buku lama, kalau tidak salah terbit tahun 2012.


Buku 'The Jilbab Traveler'

Jadi ceritanya dulu Mbak Asma Nadia pernah mengadakan audisi naskah untuk antologi The Jilbab Traveler. Alhamdulillah dan surprised juga ketika mendapat kabar bahwa naskah yang saya kirimkan lolos. Di buku tersebut tulisan saya berkisah tentang pengalaman selama backpacking ke Italia (Milan, Cinque Terre, Pisa, Venice).   

Masa-masa itu saya masih lumayan produktif menulis. Pengalaman jalan-jalan di Italia sempat juga saya tulis dan kirimkan ke majalah Kereta Api. Kali ini tulisan seputar kereta dan stasiun di sana. Rasanya senang ketika dikabari seorang kawan yang kebetulan 'menemukan' majalahnya dan membaca tulisan itu ketika sedang naik kereta.

Kembali ke email tadi. Saya jadi seperti diingatkan untuk menulis lagi. Dan.. traveling lagi, sepertinya ^_^

Sunday, October 23, 2016

Ikan Patin Bumbu Kuning



Ceritanya lagi insyaf pengen masak yang agak ‘serius’.. ikan kuah, biar anak-anak agak istirahat dari makan lauk praktis yang digoreng-goreng akibat kemalasan emaknya :D. Kebetulan hari Sabtu kemarin pas pulang belanja sayur kok ya lewat penjual ikan. Dari sekian pilihan yang ada -- udang, cumi, tuna gede, bandeng, patin -– akhirnya milih ikan patin. Seekor sedang harganya 10 ribu.

Sebetulnya paling malas masak ikan. Nggak tahan bau amis dan agak ‘gilo’ alias jijik sama ikan mentah, apalagi isi perutnya. Kemarin sama si bapak tukang ikan sih sudah dibersihin isi perutnya, tapi masih ada sisa-sisanya dikit. Sampe rumah langsung dibersihin lagi, cuci bersih dan masukin kulkas. Eksekusi baru besoknya, hari Minggu. Walaupun browsing resep dan beli ikan plus pernak-perniknya udah dari Sabtu, hehe.

Resep ngambil dari cookpad ini:

Bahan-bahan:
-     1 ekor sedang ikan patin
-     6 siung bawang merah
-     3 siung bawang putih
-     1 ujung jari laos
-     2 batang serai
-     3 biji kemiri
-     secukupnya kunyit
-     4 lembar daun jeruk
-     sesuai selera belimbing wuluh
-     2 biji cabe hijau
-     2 atau 3 biji cabe merah besar
-     secukupnya terasi
-     setengah biji jeruk nipis
-     3 sendok makan minyak goreng
-     secukupnya garam
-     secukupnya penyedap

Cara memasak:
-     Bersihkan ikan, potong-potong dan beri perasan jeruk nipis lalu sisihkan.
-   Ulek semua bumbu kecuali cabe merah dan hijau,daun jeruk,terasi juga belimbing wuluh, bahan yang nggak diulek cukup diiris-iris aja yaa..
-   Panaskan minyak dan masukkan bumbu yang sudah halus, tumis sampai harum lalu tambahkan sedikit air, masukkan ikan patin lalu tambahkan lagi air sampai ikan terendam.
-    Setelah mendidih masukkan cabe merah dan hijau,terasi, belimbing wuluh yang sudah diiris-iris.. beri juga garam dan penyedap sesuai selera bisa juga diberi sedikit gula ya sista :)
-     Diamkan sampai ikan kembali mendidih dan benar masak, kira-kira sampai air berkurang di wajan yaa.. setelah itu baru deh siap santap.

Itu tadi resep aslinya. Berhubung nggak punya belimbing wuluh, saya ganti dengan tomat. Trus nggak pake cabe juga, soalnya Hilmy nggak doyan pedes. Dan nggak pake penyedap / MSG. Ohya, saya tambah jahe dikit, buat ngurangin lagi bau amis ikan (walaupun udah pake kunyit dan jeruk plus daunnya).
 
lagi tumben kerajinan nguprek ikan dan ngulek bumbu :D

Alhamdulillah hasilnya memuaskan (muji diri sendiri, hihi), anak-anak pada suka dan lahap makannya. Sarapan dan makan siang pake lauk yang sama pun nggak ada yang protes, hihi.

taraaa.. bisa juga masak serius ^_^

“Kapan-kapan masak ini lagi ya Bun!” seru Nadaa.

Siyaaapp.. ^_^

Thursday, September 29, 2016

Jangan Tunda Beli Properti



Tadi malem kebetulan kok nggak bisa-bisa tidur. Akhirnya jadi pengen nulis sedikit.

Dulu, waktu awal jadi pendatang di Makassar di tahun 2002, daerah Hertasning Baru dan Jl. Aroepala masih sepi. Daerah pinggiran, jauh dari pusat kota. Jalan masih belum diaspal.

Sepuluh tahun kemudian hingga tahun 2012 saat mau pindah ke Jawa, daerah sana berangsur menjelma sebagai kawasan kota yang baru. Jangan ditanya sekarang, pasti lebih ramai dan padat. Harga rumah t.36 yang dulu masih 50jutaan kabarnya udah melejit hingga 300jutaan. Apalagi di daerah situ juga ada perumahan elit Citra Grand-nya Ciputra.

Nah, ceritanya kini sudah balik tinggal di Semarang lagi. Rumah di Tembalang, daerah Undip.

Dulu pas jaman SMA, di sini masih sepiiii. Walaupun ada Politeknik, tapi belum serame sekarang. Masih banyak pohon rambutan (pernah dapet buah rambutan sampe sekarung *nyam!), dan rumah masih jarang. Serasa tinggal di ujung dunia, jauhh banget kalo mau ke sekolah yang di pusat kota sana. Nunggu angkot pun lama. Harga tanah saat itu tak sampai limaratus ribu per m2. 

Lima tahunan lalu juga masih belum sepadat sekarang. Rumah t.36 masih ada yang 200 juta. Kemudian dua tahun lalu rumah t.36 - lokasi nyempil - jalan sempit gak muat mobil saja harganya sampai 300 juta.

Dan sekarang harga tanah pinggir jalan utama sudah 3-5 jutaan/m2. Bahkan kawasan Sigar Bencah yang jauh di luar kawasan kampus dan 'sepi' pun harga rumah t.36 ada yang mencapai 350jutaan. Padahal dulu mana ada perumahan di situ.

So.. jangan underestimate dan pesimis duluan dengan tanah/properti yang:
- lokasinya jauh dan sepi
- masih di kampung
- belum ada jaringan listrik
- jalan belum bagus, dll

Bisa jadi 5-10 tahun ke depan sudah berkembang pesat dan harganya naik berkali lipat. Bikin galau dan mikir, kenapa dulu tidak diambil? Cobaaa dulu beli tanah itu pas harganya masih murah.

Tapi jangan pula gampang tergiur dengan tanah/properti murah. Perlu dicermati juga:
- pola pengembangan kawasan perkotaan
- kelengkapan surat2/dokumen pendukung
- apakah tanah tsb ada sengketa atau tidak
- track record si developer

Sayang kan kalo uang sekian juta melayang sia-sia gara-gara salah beli properti.

Jadi inget, pernah baca quote bunyinya kira-kira begini: "jangan tunda beli properti, tapi tetap harus hati-hati."

^_^