Pages

Monday, January 31, 2011

Girls' Day Out: Paris!

Jumat, 29 Januari 2011. Malam itu aku hampir saja berniat untuk membatalkan perjalananku bareng teman-teman karena badan rasanya capek sekali setelah wira-wiri nyicil mengangkut barang untuk pindah ‘kos’ sesiangan tadi.

Tapi bayangan Paris dengan menara Eiffelnya, plus uang 32 euro yang sudah dibayar ke agen perjalanan Milotreizen, membuatku kembali mengukuhkan niat semula untuk having fun bersama mereka. Lagipula.. Paris gitu lho. Siapa yang mampu menolaknya..? :). Apalagi hanya dengan 32 euro untuk transport pulang pergi. Lumayan murah, menurutku.

Sunday, January 30, 2011

Bersepeda Saja

 
 “Gedubrak..!!”

Senyum sumringah di bibirku seketika menjelma senyum kecut seiring benturan keras sepedaku beradu dengan tanah berlapiskan rerumputan. Sedetik kemudian sekerumunan orang mengerubungiku.

“Are you okay..?” ups, ternyata dosenku salah satu di antaranya.

“I am fine Prof.. thank you”, ucapku gugup seraya membersihkan noda tanah di celanaku.

Dalam hati aku tertawa. Beginilah kalau belum terbiasa bersepeda. Baru meleng sedikit gara-gara ber”dadah-dadah ria” dengan beberapa teman yang melintas, median pembatas jalan pun tertabrak. Untungnya tidak ada luka serius, baik di badanku sendiri maupun bodi sepedaku.

Negeri kincir angin ini memang surga bagai pesepeda. Betapa tidak.. jalanan yang rata, jalur khusus untuk para bikers, plus pengendara mobil yang respek dan mendahulukan pesepeda, benar-benar mendatangkan rasa aman dan nyaman untuk bersepeda.

Apalagi di musim gugur seperti ini, cuaca yang adem plus pemandangan pepohonan dengan dedaunan yang mulai menguning, benar-benar berhasil membuatku addicted to bike. Tak heran penduduk Belanda suka bersepeda, selain didukung infrastruktur yang tertata sedemikian rapi, iklim dan cuaca di sini memungkinkan mereka untuk tetap tampil rapi dan wangi sembari dan selepas menggowes sepeda.

Nah, dilatarbelakangi alasan-alasan tadi, aku benar-benar menikmati aktivitas bersepeda di sini. Belum lagi ditambah manfaat bersepeda untuk kesehatan fisik, mental dan emosional. Di antaranya bersepeda bisa menurunkan 50% resiko penyakit jantung koroner, diabetes dan obesitas; menurunkan 30% resiko hipertensi, serta beberapa resiko osteoporosis, gejala depresi dan kecemasan [1]. Luar biasa, bukan..?

Bukan cuma itu, bersepeda ternyata banyak membawa dampak positif bagi lingkungan. Apa saja ya kira-kira..? Mari kita lihat, yang sederhana-sederhana saja..

- Meningkatkan kualitas udara
Kita tahu bahwa emisi kendaraan bermotor menyumbangkan porsi yang cukup besar bagi polusi udara. Nah, dengan bersepeda kita bisa ikut andil dalam membersihkan udara. Berdasarkan penelitian, emisi bisa dikurangi hingga 2 – 4% hanya dengan hanya mengalihkan 1% perjalanan dengan mobil (kendaraan bermotor) ke perjalanan bersepeda [2]. Artinya, makin banyak yang beralih ke bersepeda, makin berkurang pula kandungan emisi di udara yang kita hirup sehari-hari.

- Kota menjadi lebih tenang
Kota-kota di Indonesia sudah terlalu hiruk pikuk dengan motor, mobil, dan teman-temannya. Rumah orang tuaku di Semarang misalnya, berdekatan dengan lokasi kampus, dan gang kecil di depan rumah selalu bising oleh suara motor yang berseliweran sepanjang hari bahkan hingga pukul 10an malam. Tidur rasanya menjadi terganggu, apalagi untuk anak-anak yang waktu tidur amatlah berharga bagi mereka.
Berdasarkan penelitian, ‘noise’ atau ‘hirukpikuk’ merupakan salah satu pemicu stress, dan menurunkan kemampuan untuk berpikir dengan baik. Salah satu cara untuk ‘menenangkan’ kota adalah dengan bersepeda. Suara gesekan pedal dan dering bel sepeda sepertinya lebih nyaman di telinga daripada suara-suara knalpot motor dan klakson yang berisik bukan..?

- Wajah kota jadi lebih cantik
Sebuah studi menunjukkan bahwa ketika lahan parkir telah mengurangi 9% dari area yang tersedia, maka kondisi tersebut akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penghuni kota [3]. Nah, berhubung bodi sepeda lebih ramping daripada bodi motor apalagi mobil, tentulah sepeda hanya akan memerlukan luasan parkir yang lebih sedikit dibandingkan motor atau mobil, dan itu berarti makin banyak open space yang tersedia. Kita sebagai warga kota juga kan, yang merasa nyaman..?

Selain environmental-friendly dan bermanfaat buat kesehatan, ternyata bersepeda itu financial-friendly alias bermanfaat buat kesehatan dompet kita juga ..

Dari segi harga, sepeda pasti lebih murah daripada harga motor, apalagi mobil. Tentu saja untuk standar yang selevel . Misalnya jangan dibandingkan harga mountain bike yang jutaan rupiah dengan harga motor bebek second, karena jelas lebih mahal harga sepedanya.

Itu pertama, harga barang yang lebih murah.Yang lainnya adalah dengan bersepeda kita tidak perlu keluar budget untuk beli bensin, perawatan rutin ke bengkel seperti ganti oli misalnya, dan bebas biaya parkir. Hitung-hitungan buat aku sendiri, budget tersebut sekitar 75 ribu – 100 ribu per bulan. Lumayan kan, kalau bisa dialihkan untuk kebutuhan yang lain.

Di samping itu, untuk bersepeda kita tidak memerlukan driving license alias SIM. Beda dengan motor atau mobil, untuk mengendarainya secara ‘legal’ kita harus mengantongi SIM. Mengurus SIM tentunya butuh biaya (selain waktu dan tenaga) juga bukan..? Apalagi kalau bikinnya ‘nembak’..

Lalu.. kira-kira bagaimana ya, caranya supaya bersepeda juga menjadi tradisi di negara kita..? Sejauh ini sih sudah lumayan, demam bike to work dan bike to campus agaknya telah menjangkiti sebagian warga masyarakat. Beberapa ruas jalan pun sudah ditandai dengan marka khusus untuk pengendara sepeda. Tapi adakalanya kita terlalu lama menunggu pemerintah untuk ‘bergerak’. Membenahi infrastruktur untuk keamanan dan kenyamanan bersepeda mungkin saja memerlukan waktu yang bukan sekejap. Bagaimana kalau kita dulu yang mulai?

Aku teringat kuliah salah satu dosenku yang asal Italia. Hari itu Mr. Giuliano Mingardo agak terlambat tiba di kelas karena harus wira-wiri mengantar anaknya dan beberapa urusan penting lainnya, yang dilakukannya dengan bersepeda. Sambil dengan cueknya melepas sweater di depan kelas – gara-gara lumayan berkeringat setelah ngebut bersepeda —beliau pun memulai kuliah. Topiknya adalah mobility management, kebetulan ada kaitannya dengan bersepeda dan lingkungan hidup.

Dalam kuliahnya, lelaki Italia yang ganteng tersebut menyampaikan bahwa salah satu cara untuk mempopulerkan bike-to-work adalah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh para bikers ini di kantor-kantor.

Beliau menuturkan, dalam skala internasional, beberapa perusahaan ternama di dunia seperti GlaxoSmithKline, BBC dan Oracle di London meberikan dukungan dan dorongan kepada para karyawannya untuk bersepeda. Antara lain dengan menyediakan tempat parkir sepeda yang nyaman dan aman, serta pemeriksaan dan reparasi sepeda gratis secara periodik. Selain itu juga dengan penyediaan locker serta kamar mandi/shower di kantor dalam jumlah yang memadai. Kesemuanya tadi tentulah menambah semangat para karyawan untuk bersepeda ke kantor.

Menurutku, perusahaan-perusahaan di Indonesia bisa meniru ide ini. Misalnya dengan promo pembagian handuk berlogo perusahaan, atau sabun dan shampoo gratis sebagai permulaan. Sehingga para karyawan yang bersepeda tak perlu lagi khawatir badan bau keringat karena toh di kantor bisa mandi dan berganti pakaian dengan leluasa. Alhasil badan pun lebih bugar dan yang penting tetap bisa tampil pede dan wangi di kubikel masing-masing.

Masih menurut Mr. Giuliano, kampanye yang lebih efektif dan atraktif untuk mempopulerkan bersepeda di kalangan masyarakat adalah men’samar’kan manfaat bersepeda terhadap lingkungan, dengan lebih menonjolkan manfaat terhadap individu si pelaku bersepeda. Oleh dosenku yang lain, cara ini disebut sebagai chameleon strategy.

Maksudnya, masyarakat akan lebih terpengaruh jika kampanye bersepeda itu ‘dibungkus’ dengan manfaat non-lingkungan. Sebagai contoh, jargon bahwa bersepeda bisa membantu mewujudkan lingkungan yang sehat, bagi masyarakat mungkin terdengar klise dan kurang menarik. Lain halnya kalau kita mengajak bersepeda untuk menyehatkan badan, mengirit pengeluaran, dan menjadikan seseorang lebih ‘trendy’.

Dengan ‘iming-iming’ tersebut, masyarakat akan lebih semangat dan tergerak untuk menjadikan bersepeda sebagai bagian dari gaya hidupnya. Ujung-ujungnya, makin banyak orang yang bersepeda, dan pada akhirnya efek positif serta manfaat bersepeda terhadap lingkungan pun secara otomatis akan mengikuti.

Jadi, yuk kita bersepeda.. dan bersiap merasakan manfaatnya.

(Rotterdam, November 15, 2010)

1. Parker, AA. (2001). Making walking and cycling safer: Lessons for Australia from the Netherlands experience. 24th Australasian Transport Research Forum.
2. Litman, T. (2002). The costs of automobile dependency and the benefits of balanced transportation, Victoria, BC: Victoria Policy Transport Institute.
3. Alexander, C., Ishikawa, S., & Silverstein, M. (1977). A pattern language: Towns, buildings, construction, New York: Oxford University Press.