Pages

Tuesday, October 1, 2013

(2) DB dan Typhus Sekaligus


Masih tentang sakitnya Nadaa.

Manusia boleh berharap, Tuhan yang menentukan. Di postingan sebelumnya (klik ini), Nadaa demam selama kurleb 5 hari. Dari hasil lab darah hari Rabu itu, diketahui bahwa trombosit Nadaa rendah sekali (hanya 54 ribu, sedangkan normalnya adalah 150 rb – 400 rb). Ternyata tak hanya itu.  Menurut dokter, Nadaa juga terkena typhus, karena tes widalnya positif untuk titer AO (1/160) dan AH (1/320).

Haduh, sedihnya. Padahal hari Rabu itu Nadaa sudah gak panas lagi. Hanya tinggal ‘anget’ saja.

Dokter (sebut saja Dokter R) bilang, kalo mau, bisa tidak usah opname di RS. Beliau biasa memberikan pelayanan home-care alias rawat di rumah pasien (rumah dan tempat praktek Dokter R ini tak jauh dari rumah kami, paling hanya 5 menit jalan kaki jaraknya). Termasuk untuk pasien demam berdarah dan typhus.

Sempat bingung awalnya, mau di RS atau home-care saja. Tapi karena dokternya baik, sudah kenal beberapa lama, dan pernah merawat ibu (home-care juga) ketika sakit di rumah saya, akhirnya saya menuruti anjuran Dokter R untuk home-care saja.

Pertimbangannya waktu itu, karena saya agak keder dengan pelayanan RS, apalagi dengan Askes. Terbayang ribet duluan. Dokter dan perawat di RS belum tentu sebaik Dokter R di rumah dan asisten perawatnya (Suster I). Belum lagi ada Hilmy yang masih kecil.

Maka sore itu Nadaa (yang ikut saya ke tempat dokter untuk ambil hasil cek darah) langsung di-infus. Diinjeksi dengan obat-obatan lewat infusnya. Lalu saya pun pulang naik becak dengan Nadaa lengkap dengan  peralatan infus yang terpasang di lengannya.

Sebelumnya, Dokter R mengajari saya cara untuk memasang dan mengganti infus, serta cara untuk mengatur aliran cairan infus.

Saya sebetulnya agak ragu. Gimana kalo infus macet? Gimana kalo infusnya habis dan perlu diganti, sedangkan hari sudah larut dan saya tak mungkin memanggil suster (lewat sms atau telpon) untuk datang ke rumah?

Dokter R dengan ramah menenangkan saya. Katanya banyak pasiennya yang lain yang ‘sukses’ home-care dengannya, termasuk ‘sukses’ berurusan dengan infus ini. Sebelum naik becak untuk membawa Nadaa pulang, saya sempat agak berubah pikiran dan berkata, 

“Dokter, kalau nanti malam Nadaa harus ganti infus dan saya bingung, saya langsung ke rumah sakit saja ya?”

Sekali lagi Dokter R menenangkan saya. Bahkan berjanji malamnya akan datang ke rumah untuk melihat kondisi Nadaa (dan infusnya). Saya pun pulang dengan perasaan lebih tenang.

Di rumah ternyata semua baik-baik saja. Cairan infus yang sebelumnya di-stop karena kami naik becak, bisa saya jalankan dengan benar lagi. Saya pun meng-sms Dokter R bahwa everything’s going well dan malam itu tak perlu datang ke rumah.

Tapi setelahnya, sambil duduk di tepi ranjang menunggu Nadaa, saya termenung-menung sendiri. Berpikir apakah keputusan saya untuk meng-homecare-kan Nadaa betul..? Apakah semuanya betul-betul akan ‘going well’ sampai Nadaa sembuh..?

Perasaan galau kembali menyelimuti saya.

(bersambung)

Baca lanjutannya dengan klik: (3) Home-Care atau Opname di RS? 

No comments:

Post a Comment