Masih tentang sakitnya
Nadaa.
Manusia boleh berharap,
Tuhan yang menentukan. Di postingan sebelumnya (klik ini), Nadaa demam selama
kurleb 5 hari. Dari hasil lab darah hari Rabu itu, diketahui bahwa trombosit
Nadaa rendah sekali (hanya 54 ribu, sedangkan normalnya adalah 150 rb – 400 rb).
Ternyata tak hanya itu. Menurut dokter,
Nadaa juga terkena typhus, karena tes widalnya positif untuk titer AO (1/160) dan
AH (1/320).
Haduh, sedihnya. Padahal
hari Rabu itu Nadaa sudah gak panas lagi. Hanya tinggal ‘anget’ saja.
Dokter (sebut saja Dokter
R) bilang, kalo mau, bisa tidak usah opname di RS. Beliau biasa memberikan
pelayanan home-care alias rawat di rumah pasien (rumah dan tempat praktek Dokter
R ini tak jauh dari rumah kami, paling hanya 5 menit jalan kaki jaraknya).
Termasuk untuk pasien demam berdarah dan typhus.
Sempat bingung awalnya,
mau di RS atau home-care saja. Tapi karena dokternya baik, sudah kenal beberapa
lama, dan pernah merawat ibu (home-care juga) ketika sakit di rumah saya,
akhirnya saya menuruti anjuran Dokter R untuk home-care saja.
Pertimbangannya waktu
itu, karena saya agak keder dengan pelayanan RS, apalagi dengan Askes.
Terbayang ribet duluan. Dokter dan perawat di RS belum tentu sebaik Dokter R di
rumah dan asisten perawatnya (Suster I). Belum lagi ada Hilmy yang masih kecil.
Maka sore itu Nadaa (yang
ikut saya ke tempat dokter untuk ambil hasil cek darah) langsung di-infus.
Diinjeksi dengan obat-obatan lewat infusnya. Lalu saya pun pulang naik becak
dengan Nadaa lengkap dengan peralatan
infus yang terpasang di lengannya.
Sebelumnya, Dokter R mengajari
saya cara untuk memasang dan mengganti infus, serta cara untuk mengatur aliran
cairan infus.
Saya sebetulnya agak
ragu. Gimana kalo infus macet? Gimana kalo infusnya habis dan perlu diganti,
sedangkan hari sudah larut dan saya tak mungkin memanggil suster (lewat sms
atau telpon) untuk datang ke rumah?
Dokter R dengan ramah menenangkan
saya. Katanya banyak pasiennya yang lain yang ‘sukses’ home-care dengannya,
termasuk ‘sukses’ berurusan dengan infus ini. Sebelum naik becak untuk membawa
Nadaa pulang, saya sempat agak berubah pikiran dan berkata,
“Dokter, kalau nanti
malam Nadaa harus ganti infus dan saya bingung, saya langsung ke rumah sakit
saja ya?”
Sekali lagi Dokter R
menenangkan saya. Bahkan berjanji malamnya akan datang ke rumah untuk melihat
kondisi Nadaa (dan infusnya). Saya pun pulang dengan perasaan lebih tenang.
Di rumah ternyata semua
baik-baik saja. Cairan infus yang sebelumnya di-stop karena kami naik becak,
bisa saya jalankan dengan benar lagi. Saya pun meng-sms Dokter R bahwa
everything’s going well dan malam itu tak perlu datang ke rumah.
Tapi setelahnya, sambil
duduk di tepi ranjang menunggu Nadaa, saya termenung-menung sendiri. Berpikir
apakah keputusan saya untuk meng-homecare-kan Nadaa betul..? Apakah semuanya
betul-betul akan ‘going well’ sampai Nadaa sembuh..?
Perasaan galau kembali
menyelimuti saya.
No comments:
Post a Comment