Postingan sebelumnya:
Malam itu, Nadaa yang
mulai menjalani home-care di rumah karena terkena DB dan typhus sekaligus, alhamdulillah bisa tidur dengan lumayan tenang. Infusnya pun tak
masalah. Hanya saja, dia agak sering buang air kecil.
Saat Nadaa tidur, saya
berpikir. Apakah mungkin lebih baik opname di rumah sakit saja? Sepertinya
lebih terjamin. Lebih dekat dengan para perawat, tidak perlu sms atau menelpon
untuk memanggil perawat. Pun tidak perlu menunggu pagi jika malamnya butuh ‘apa-apa’.
Saya mulai menelpon adik
saya. Adik berpendapat, kalo DB lebih baik dirawat di RS saja. Lebih aman,
terjamin perawatannya, dan lebih simpel. Di rumah malah justru repot lho,
begitu katanya.
Di BBM, seorang teman
urun rembug. Kebetulan anaknya pernah bedrest di rumah selama sepuluh hari
karena terserang typhus. Tapi untuk typhus dan DB sekaligus seperti Nadaa, menurutnyalebih
baik dirawat di RS saja.
Saya pun mengirim sms dan
menelpon teman lain yang bekerja di RSUD. Menanyakan prosedur pendaftaran di RS
(termasuk pengurusan Askes). Teman saya yang baik hati ini pun menganjurkan
agar Nadaa dirawat di RS saja. Dia malah langsung memesankan kamar utama,
jaga-jaga kalau malam itu atau besok pagi saya berubah pikiran dan membawa
Nadaa ke RS.
Alhamdulillah semua
baik-baik saja. Bahkan saya masih sempat mengganti cairan infus Nadaa dengan
sukses.
Pagi menjelang. Saya
masih galau, walaupun Nadaa relatif stabil. Suhu tubuhnya pun sudah normal.
Saya menelpon Dokter R, menanyakan jam berapa suster akan datang ke rumah.
Sekaligus ‘curhat’ tentang kegalauan hati saya, bahwa mungkin lebih baik Nadaa
dirawat di RS saja.
Tapi lagi-lagi, dokter R
menenangkan saya. Ketika saya sampaikan rasa tak pede dengan kemampuan saya
soal infus, dan juga makanan Nadaa, sekali lagi beliau bilang, “Nggak susah
kok... Makanannya yang halus-halus seperti bubur. Nanti soal infus, kalo ada
kesulitan dimatikan dulu, lalu kabari suster.”
Ya sudah, mungkin Nadaa
dirawat di rumah saja tidak apa-apa. Toh dokternya bilang juga nggak pa-pa.
Kondisi Nadaa secara umum juga baik. Tidak panas, tidak pusing, nafsu makan
baik. Saat ditanya apakah merasa lemas, jawabannya pun tidak.
Ohya, selain obat, dokter
memberikan Trolit, minuman serbuk untuk menaikkan cairan dan mineral di dalam
tubuh. Dokter menginstruksikan agar Nadaa banyak minum air putih, plus
mengkonsumsi jus jambu dan P***riSweat.
Ketika ibu saya menelpon,
beliau juga menenangkan saya (walaupun sebetulnya lebih prefer Nadaa dirawat di
RS). “Pertimbangan dokter pasti bukan tanpa alasan,” kata beliau. Apalagi
Dokter R juga pernah merawat ibu ketika sakit di rumah saya, sampai perlu diinfus
juga. Hingga Ibu dinyatakan sehat kembali.
Maka sepanjang hari Kamis
itu Nadaa meneruskan home-care di rumah. Masih dengan infus yang terpasang di
lengan.
Saya pun relatif tenang,
hingga sore datang dan ada kejadian yang membuat saya galau lagi.
No comments:
Post a Comment