Ini mungkin cerita sweet moment yang tak biasa. Karena saya
ingin berkisah tentang cerita bersama nenek saya. Nenek? Hmm, biasanya sweet moment itu bersama kekasih,
suami/istri, atau sahabat. Biarlah, saya tetap akan berkisah tentang sweet moment bersama nenek. Sekalian mengenang
beliau yang telah lama dipanggil oleh-Nya.
Mbah Uti, begitu saya
memanggil nenek. Semasa kecil hingga tamat SMP, saya tinggal bersama Mbah Uti. Banyak
orang bilang, saya adalah cucu kesayangan beliau. Hmm, iya kah? Saya sebetulnya
tak merasa diistimewakan. Hanya memang kebetulan, saya lah cucu yang sempat
tinggal lama bersama Mbah Uti.
Yang paling saya ingat,
dulu sewaktu TK, setiap pagi Mbah Uti akan menyisir rambut saya yang
panjang. Kepang dua atau kuncir dua. Dengan jepit dan karet rambut warna-warni.
Tak lupa minyak rambut ‘jadul’ yang membuat rambut saya hitam mengkilat dan
gampang disisir.
Jika ada teman yang nakal
atau iseng, Mbah Uti yang akan membela saya. Pernah suatu kali sekelompok anak-anak cowok menjahili dan menakut-nakuti saya dengan kucing. Saya pun mengadu kepada Mbah Uti yang kemudian menasihati anak-anak ‘nakal’ itu
hingga tak lagi berani jahil.
Mbah Uti amat pandai
mendongeng. Sambil menyuap sarapan atau kala menjelang tidur, Mbah Uti mendongengi
saya. Dari Timun Mas hingga Ande-ande Lumut. Dari Malin Kundang hingga kisah
Nabi-nabi. Bahkan ketika dongeng itu dikisahkan berulang, saya tak bosan
menyimaknya.
Ketika tau saya suka
membaca, Mbah Uti melanggankan saya tiga majalah sekaligus. Bobo, Donal Bebek
dan Ananda. Dan ketika saya masih saja kekurangan bacaan, beliau tak segan
meminjam majalah-majalah edisi lama dari teman-temannya untuk saya baca.
Mbah Uti juga lah yang
mengajari saya mengaji. Dari mulai Juz Amma hingga saya bisa lancar membaca
Al-Quran. Mbah Uti rajin sekali pergi ke masjid atau ikut ‘pengajian’ di
mana-mana. Kadang saya ikut beliau ke
pengajian. Menikmati dengung suara orang mengaji sambil mulut sibuk mengunyah
camilan yang tersedia.
Ketika Ramadhan tiba, Mbah
Uti membuat menu istimewa untuk sahur dan berbuka. Membuat saya semangat
berpuasa. Carang gesing, bubur ketan hitam, atau stroop nanas, selalu saya
tunggu ketika berbuka. Dan mata mengantuk saya akan terbuka lebar saat hidung mencium aroma
gulai otak atau paru goreng yang terhidang di kala sahur tiba.
Mbah Uti suka membuat
kue. Termasuk ketika menjelang Lebaran. Yang paling saya ingat adalah kue
nastar. Mbah Uti membiarkan saya yang masih kecil ikut membentuk
bulatan-bulatan kecil nastar, dan menancapkan sebatang cengkeh di atasnya.
Lalu ketika saya beranjak
besar dan menginjak bangku SMP. Setiap musim ujian tiba, Mbah Uti setia
menemani belajar hingga jauh malam. Membuatkan susu hangat, lalu mengaji tak
jauh dari meja belajar. Membuat suasana damai dan tenteram. Jika saya ingin
bangun dini hari untuk melanjutkan belajar, Mbah Uti lah yang menjadi ‘alarm’
dan membangunkan saya di waktu yang saya minta. Saya tak perlu takut kesiangan,
karena Mbah Uti teratur bangun sebelum subuh tiba.
Mbah Uti rajin shalat tahajjud.
Saya pun rajin menitip doa kepada beliau. Mbah Uti mengajari saya banyak doa,
termasuk doa ketika menghadapi ujian. Tatkala nilai ujian atau hasil raport saya
bagus, itu pasti karena doa Mbah Uti pula.
Ketika saya bertambah
besar dan kuliah di kota lain, setiap menjelang ujian semester saya mengirim
surat kepada beliau, meminta doa. Menjalani ujian tanpa meminta doa Mbah Uti,
rasanya seperti ada yang kurang dan membuat saya tak percaya diri. Lalu ketika
liburan kuliah dan berkunjung ke rumah Mbah Uti, beliau akan tersenyum bahagia
mendengar cerita tentang nilai ujian saya.
Sayang, Mbah Uti
meninggal dunia ketika belum banyak yang bisa saya berikan kepada beliau.
Walaupun ketika itu saya sudah lulus kuliah dan bekerja, rasanya belum bisa sepenuhnya
membahagiakan Mbah Uti dan membalas jasa-jasa beliau.
Ternyata, begitu banyak sweet moment bersama Mbah Uti. Dan masih
membekas hingga kini. Semoga Mbah Uti tenang dan mendapat tempat terbaik di
sisi-Nya. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin..
Banyak ya kisahnya bersama Mbah Uti..
ReplyDeleteaku paling suka kalimat "Menikmati dengung suara orang mengaji sambil mulut sibuk mengunyah camilan yang tersedia."
keliatan banget polosnya anak2 :D
Makasih ya udah share ceritanya..
OK. Tercatat sebagai peserta ^^
Makasih Mbak.. Sukses buat GA-nya ^_^
ReplyDeleteAamiin ... manis sekali kebersamaan dengan mbah Uti ya. Kayaknya dari sini ya kesukaan menulis Ofi, mulai dari senang membaca yang difasilitasi mbah, juga kesenangan mbah mendongeng :)
ReplyDeleteAahh kangen nenekku jadinya.. sejak bayi aku sdh tinggal dg beliau, yg mendidik dan membesarkanku. Hehehe aku taunya dia ibuku sejak bayi. Uuuu mau mudiiikkk
ReplyDelete