Pages

Sunday, April 24, 2011

if you only knew..



Ah, itu dia di sana, sudah menungguku. Syal bunga-bunga di lehernya melambai ringan tertiup angin musim semi yang sejuk, senada dengan cardigan biru muda yang dikenakannya. Kukayuh sepedaku mendekatinya, tak ingin dia terlalu lama menunggu.

Hari ini dia tampak cantik dan serasi dengan alam yang membingkainya. Berdiri dilatari rumput yang menghampar hijau, dengan bunga daffodil yang bermekaran berwarna kuning dan putih di sana-sini, sosoknya terlihat bagaikan lukisan alam yang cantik.

Helai rambutnya menghantarkan aroma khas ke hidungku ketika kutepikan sepeda dan beranjak ke sisinya.

“Sudah lama? Mana sepedamu?” sapaku.

“Sengaja kutinggal di kantor tadi. Aku ingin dibonceng kamu,” jawabnya menggemaskan.

Ah, tentu saja. Siapa yang keberatan..?

Dia kupanggil Laras. Perempuan berwajah Jawa yang cantiknya berbeda dengan perempuan-perempuan bule yang kutemui di sini. Setidaknya, di mataku.

Aku datang menemui Laras seperti pintanya di sms siang tadi. Laras ingin mengajakku ‘bicara’. Tentang apa..? Entahlah, aku tak tahu. Maka aku pun mengikuti saja maunya, mengayuhkan sepedaku sesuai apa katanya.

Dan di sinilah kami sekarang. Di tepian sungai yang mengalir tenang, dengan bebek-bebek yang berenang hilir-mudik di permukaannya. Serta sekawanan merpati yang menggerombol di atas rumput mencari remah makanan.

Kulirik pergelangan tanganku sambil menyandarkan sepeda. Jam 6 sore kurang 10 menit, tapi langit masih terang. Matahari musim semi terasa hangat menyentuh kulit.

Laras tampak mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

“Wow..  so well prepared,” seruku melihatnya menghamparkan sehelai kain di atas rumput.

“Duduk sini Yud,” ajaknya.

Aku mengambil tempat di sisinya. Menghadapkan tubuhku padanya.

Sepertinya hubungan ini nggak bisa berlanjut...,” Laras seperti menggumam ketika mengatakannya padaku.

Ya, dari awal aku tahu, ini tidak akan bertahan lama. Seharusnya aku tahu. Maka kubiarkan saja Laras meneruskan bicaranya.

“Kamu tau, Yud..? Semalam dia bilang padaku. Katanya, ...”

“Ya..?” balasku. Berharap dia menyelesaikan kata-kata yang sepertinya susah untuk diungkapkan.

Apakah ‘dia’ mengetahui semuanya..? Harusnya kami lebih hati-hati.. Harusnya kami lebih rapi mengemas semuanya.. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku.

“Apa katanya..? Dia tau..?” desakku. Agak gusar.

“Bukan.. Haha, tentu saja aku nggak akan semudah itu untuk dibaca..” Laras tersenyum kecil. Memperlihatkan gigi gingsul di sudut mulutnya.

“Lalu..?”

“Dia bilang.. bahwa dia selalu dihantui rasa bersalah karena sudah pernah mendua dan mengkhianatiku. Dia ingin semuanya impas.”

“Maksudnya..?”

“Ya, katanya.. kadang dia berpikir, bahwa mungkin lebih baik aku selingkuh juga. Untuk menghapuskan rasa bersalahnya. Untuk membuat hidupnya lebih tenang, Laras meneruskan.

Aku masih berusaha mencerna kata-katanya ketika mendengar Laras berseru,

“Sialaaaann..! Gila..! Dia justru menginginkanku selingkuh! Untuk membuatnya tenang! Nggak akan.. Nggak akan..!”

“Laras..” Kusentuh punggung tangannya. Mencoba menenangkan.

Yudhi.. kamu tau dari awal ceritaku. Bahkan kamu yang memberi tahuku kalau dia selingkuh kan..? Kamu ingat betapa aku terpuruk waktu itu. Lalu kamu datang menawariku perhatian. Dan kita sepakat untuk membalaskan dendamku padanya..,” ucapnya panjang lebar.

Aku masih diam. Memberinya kesempatan melanjutkan kata-katanya.

“Tapi apa artinya semua balas dendamku ini. Kalo ternyata ini justru akan membuatnya merasa ringan dan bebas dari rasa bersalah..
 
Kulihat mata indahnya berkaca-kaca. Kutarik kepalanya ke dadaku. Membiarkannya menumpahkan tangis di sana.

Aku termangu sambil mengelus rambutnya. Menghirup aroma wangi yang menyeruak darinya. Ah, rambut ini masih menyebarkan harum yang serupa seperti saat itu. Enam bulan lalu. Saat dia tersuruk di dadaku menumpahkan semua tangisnya karena lelaki itu. 

Seperti deja vu.

Tahukah kau, Laras..? Betapa aku marah ketika tahu lelakimu berkhianat. Ingin rasanya kulayangkan tinjuku ke wajahnya. Berani-beraninya dia menyakitimu, perempuan yang diam-diam kucintai.

Dan kau tahu, Laras..? Tak pernah kujalani semua ini atas nama ‘balas dendam’ seperti kau menjalaninya. Karena aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu..



Rotterdam, 24 April 2011
Musim semi - jam 3 dini hari

1 comment: