Pages

Monday, September 24, 2012

Bahasa Indonesia di (Kampus) Luar Negeri

“It’s better if you use English even when you talk to other Indonesian students. Not Bahasa.”

Demikian ‘protes’ Profesor Carlos -- salah satu dosen di kampus IHS Erasmus University Rotterdam -- setengah bercanda tatkala beliau melintasi kami, geng mahasiswa Indonesia yang asyik mengobrol di depan papan pengumuman.

Prof. Carlos ini yang paling rajin mengingatkan kami, rombongan mahasiswa Indonesia, jika kedapatan diskusi dalam Bahasa Indonesia. Haha, dasar lidah Indonesia, walaupun di negeri Belanda, tapi kalau sudah bertemu sesama orang Indonesia, rasanya lebih nyaman bercakap dengan Bahasa Indonesia, bukan English. Tidak peduli di kampus sekalipun, yang notabene berjuluk kampus internasional dengan mahasiswa dari berbagai belahan dunia.


Sesaat setelah disentil Prof. Carlos, biasanya kami akan tersenyum-senyum salah tingkah. Basa-basi mengucapkan “Thank you” atau “I am sorry” lalu segera mengganti bahasa dalam obrolan kami menjadi Bahasa Inggris. Tapi tak lama setelah bayangan beliau menghilang dari pandangan, seketika obrolan in English pun berubah ke Bahasa Indonesia lagi. Dasar... :)

Ketika dalam satu grup diskusi ternyata ada anggota grup sesama mahasiswa Indonesia, kembali, percakapan berbahasa Indonesia tak bisa dihindarkan. Walau satu-dua kata. Apalagi jika salah satu dari kami kesulitan mencari padanan Bahasa Inggris untuk suatu kosakata. Diskusi kecil-kecilan dengan Bahasa Indonesia bisa menjadi ‘bekal’ kami sebelum berdebat dengan mahasiswa asing yang kritis-kritis. Atau ketika menjelang ujian. Diskusi berbahasa Indonesia mengenai bahan kuliah yang semuanya berbahasa Inggris akan sangat membantu memahami mata kuliah yang akan diujikan.

Dengan cara itu, alhasil bisa menjadi lebih siap dalam presentasi. Menjelaskan materi dengan panjang lebar dan menghadapi pertanyaan dari dosen atau sesama mahasiswa (asing) di kelas dengan taktis. Juga ketika menjawab soal-soal di dalam ujian. Kalau begitu, nama Indonesia juga yang menjadi ‘harum’ karena mahasiswanya dikenal pintar. Nah!

Hal yang lain adalah ketika ada sesuatu yang ‘aneh’ di dalam kelas atau di lingkungan kampus yang menggelitik untuk dikomentari. Tentu lebih aman jika kami menggosipkan dalam Bahasa Indonesia, hehehe. Eh, tapi yang terakhir ini sebetulnya bukan contoh yang baik, ya... :)

Harus diakui, sebetulnya saya setuju juga dengan Prof. Carlos. Tidak semestinya mahasiswa Indonesia asyik mengobrol dengan Bahasa Indonesia ketika sedang berada di lingkungan kampus internasional, terlebih ketika berada di antara mahasiswa asing dalam suasana formal. Tapi kalau hanya sekali-sekali dan tidak keterusan, saya kira masih wajar lah.

Hmm ya, kuliah boleh di Eropa. TOEFL 600 ke atas. IELTS minimal 7. Tapi lidah memang tak bisa bohong. Sebagai orang Indonesia, bagaimanapun Bahasa Indonesia tetap yang paling nyaman diucapkan di lidah. Sekaligus sebagai perekat bangsa dan penawar rindu akan tanah air tercinta.

Hidup Bahasa Indonesia!

* Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Penulisan "Bahasa Indonesia dan Kita" di Kompasiana

2 comments: