Pages

Sunday, May 8, 2011

aku, tak seperti dia

          “Assalamu’alaikum Sayang,” pamit Mas Ridwan setelah sebelumnya mengecup ringan keningku.

“Wa’alaikumsalam Mas.. hati-hati di jalan,” balasku.

Aku termangu memandangi mobil suamiku yang perlahan meninggalkan halaman rumah kami. Menuju rumahnya yang lain. Rumah yang dihuninya bersama ‘dia’, perempuan itu, ‘saingan’ku sebagai sesama istri dari Mas Ridwan suamiku, yang mungkin lebih dicintainya.

            Ya, ya, tentu saja Mas Ridwan lebih mencintai Annisa, perempuan itu. Bagaimana tidak, Annisa jauh lebih muda daripada aku, dan karenanya dia lebih cantik serta badannya lebih bagus dibandingkan aku yang 10 tahun lebih tua dan sudah tiga kali melahirkan. Tapi harus kuakui pula, Annisa tidak terlihat angkuh atas anugerah kecantikan yang diberikan Tuhan padanya. Sikapnya rendah hati dan begitu santun terhadap semua orang, termasuk padaku. Terkadang Mas Ridwan datang sambil membawakan titipan puding atau cake bikinan Annisa untukku dan anak-anak.

Walaupun hingga kini Annisa belum bisa mempersembahkan buah hati bagi Mas Ridwan, tapi begitu nyata bahwa Mas Ridwan teramat mencintai Annisa. Oh, sungguh aku iri pada perempuan cantik itu.

Kulirik jam dinding di atas televisi. Hmm.. jam setengah satu lewat sedikit. Mungkin Mas Ridwan kini telah tiba di sana. Dan kini tengah bercengkerama dengan Annisa. Hanya berdua saja, tentu. Tanpa diganggu anak-anak. Bebas bermesraan. Indahnya..

Bahagianya Annisa. Beda denganku. Kalau Mas Ridwan sedang berkunjung ke sini, pasti anak-anak akan merecokinya dan beliau lebih sibuk bermain dengan mereka daripada mengobrol denganku. Mana pernah aku mendapat kesempatan berduaan saja dengan suamiku. Paling-paling hanya ketika anak-anak sudah tertidur di malam hari.

Belum lagi aku harus tahan dengan omongan ibu-ibu di kompleks tentang rumah tanggaku dengan Mas Ridwan. Tentang keputusan poligami beliau. Mengertikah mereka, bahwa tanpa digosipkan pun aku sudah cukup terluka dan makan hati. Memiliki suami yang beristri lebih dari satu.. wanita mana yang bisa benar-benar 100% berlapang dada..? Apalagi istri yang lain jauh lebih cantik, lebih muda, dan berhati mulia. Ah.. mereka tak pernah tahu, sedalam apa perih di hatiku.

Tapi rasanya aku tidak bisa menolak takdir untuk menjadi bagian dari kisah poligami. Tak ada yang salah, baik Mas Ridwan atau Annisa. Bahkan mungkin aku yang salah.

Karena aku.. hanya istri kedua.

Ya, inilah skenario Allah untuk menolongku. Setelah aku menjanda, Mas Ridwan – dengan restu Annisa – datang melamarku. Menikahiku bukan dengan nafsu, tapi justru untuk meninggikan derajatku dan menyelamatkan masa depan anak-anakku yang menjadi yatim selepas kepergian ayah kandung mereka.

Maka silakan caci diriku, yang sering merasa iri pada Annisa, istri pertama Mas Ridwan -- suamiku kini..


(Rotterdam, 8 Mei 2011. pas 400 kata termasuk judul. diikutkan dalam lomba FF poligami - Leyla Hana)

7 comments:

  1. wuakakak kirain si aku ini istri pertamanya, jebakan betmen niiih :p

    ReplyDelete
  2. Ceritanya bagus, mbak.
    Selama ini kan sukanya dari sisi istri pertama, ini dari istri kedua.
    Semoga menang ya :)


    salam
    IndahJuli

    ReplyDelete
  3. @mb indah juli: makasih.. amin, amin :)
    makasih udah sudi mampir.. :D

    ReplyDelete
  4. bersyukur. tapi sifat perempuan tetap saja tak bisa hilang, cemburu.

    salam kenal mbak ofi...

    ReplyDelete