Pages

Monday, February 14, 2011

when we had a talk

Ah, dia di sana. Terlihat sibuk mengambil syal dan winter coatnya yang tergantung. Sesaat dia nampak sibuk mangaduk-aduk tas ranselnya. Mencari sesuatu. Benar saja. Sarung tangan biru tua kini telah membungkus jemarinya.

Dia, perempuanku. Yang pada sosoknya seringkali kujatuhkan tatapan dalam. Yang anehnya, tak membuatnya salah tingkah tiap kali dia tersadar dan pandangan kami bertemu. Bahkan, hhh.., setelahnya justru dia yang malah membuat tingkahku salah. Seperti kali ini.

Dia nampak kaget ketika menyadari keberadaanku di situ. Mulutnya melongo lucu, sementara tangannya sibuk membenahi topi woll-nya. Seperti biasa, mataku terpaku menatapnya.

Sesaat dia diam. Lalu perlahan, mulutnya membentuk segaris senyuman. Lebar. Menggemaskan. Sambil matanya balas menatapku. Lama. Dalam. Dan.. oh, senyum lebarnya itu. Senyum yang rileks, bukan senyum tersipu dengan pipi kemerahan menahan malu. Senyum yang, mungkin terlihat biasa di mata lelaki lain, tapi sungguh mematikan bagiku.

“Hai! Wow.. You look different!”, serunya santai, masih dengan binar mata yang.. bukan menggoda sebenarnya, mungkin jenaka lebih tepat.

Masih sambil tersenyum, matanya terus saja menatapku. Kubalas senyumnya dengan yang terbaik yang kurasa kupunya. Waktu serasa berhenti saat kami beradu pandang. Bertatapan dalam senyum yang dibalik diamnya, kurasa bicara.

“Just different..??”, balasku. Perlahan aku mendekat. Sambil berusaha mempertahankan kontak mata di antara kami. Sembari menenangkan degup jantung yang selalu saja bertabuhan lebih kencang setiap ku berada di dekatnya. Please, sudah dua tahun lebih kalian berteman bukan..?, bisik hatiku menenangkan.

“Okay.. You look.. mmm.. well, you're more g... ”

Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, suara berat di belakangku tiba-tiba saja merebut perhatiannya.

“If you want to discuss your proposal with me, I think we can have it before I leave”.

Hanya itu, tapi seketika mengubah skenario di antara kami.

“Aduh.. Mentor gue! Kenapa baru nongol sekarang. Bule apaan tuh.. gak on time. Mana udah pakaian lengkap lagi..” gerutunya. Kali ini dengan cemberut dan kerenyit di mulutnya yang.. ah, membuatku semakin gemas.

Dia beranjak dengan tergesa. Setengah berlari, dikejarnya si pemilik suara berat tadi. Meninggalkanku. Membiarkanku berkutat dengan segala gemas, penasaran, dan rindu. Hei.. rindu?? Bukankah hampir tiap hari kami bertemu dan belum sedetik dia berlalu..?

Maka dari sekarang pun aku tau. Malam nanti dia akan kembali hadir dalam mimpiku. Seperti malam kemarin dan malam-malam sebelumnya.

No comments:

Post a Comment