* Tulisan ini dimuat di Majalah Kereta Api Edisi Juni 2012. Tentu saja, tulisan yang di majalah sedikit berbeda karena sudah sudah terkena "sentuhan tangan" editornya :)
Milano Centrale, 17 Maret 2011. Bersama seorang teman,
saya memasuki stasiun dengan perasaan kagum dan takjub. Bangunan megah dengan
langit-langit tinggi dan detil arsitektur romawi memukau pandangan saya. Hall
lantai satu yang luas terasa sedikit lengang. Beberapa gerai fashion ternama
terdapat di sini. Tak ingin membuang waktu, kami bergegas menaiki eskalator
menuju lantai dua.
Suasana yang ramai menyergap kami begitu tiba di lantai dua. Kerumunan orang yang berkumpul di beberapa spot terlihat mencermati jadwal kereta yang terpasang di papan digital yang berukuran cukup besar. Tampak antrian calon penumpang di counter penjualan tiket, juga di beberapa mesin tiket bertuliskan ‘BIGLIETTO VELOCE’ atau ‘FAST TICKET’.
Kami pun ikut mengantri tiket. Tujuan kami adalah
Stasiun Levanto, salah satu gerbang menuju Cinque Terre. Tadinya kami berencana
untuk naik kereta Regionale yang lebih murah. Tapi karena terlambat tiba di
stasiun dan jadwal yang tidak klop, mau tidak mau kereta IC yang lebih mahal
terpaksa menjadi pilihan. Harga tiket yang tertera adalah 21 Euro untuk 2nd
class. Cukup mahal memang.
Setelah tiket di tangan, saya mengambil tempat duduk
di salah satu kursi yang tersedia di selasar di luar peron, sejenak melepaskan
penat sambil mengamati lalu-lalang calon penumpang. Sungguh ramai, layaknya
aktivitas di bandara. Sambil mengagumi relief romawi yang terpahat di dinding,
saya menjumpai tulisan “FIETATO FUMARE NELLA STAZIONE”, bersebelahan dengan
gambar rokok yang dicoret merah. Ah ya, dilarang merokok di stasiun.
Hanya sebentar di ruang tunggu di selasar, saya lalu
beranjak menuju ke peron. Langit-langitnya berbentuk lengkung-lengkung besar terbuat
dari rangka baja yang kokoh. Bermacam kereta terparkir di beberapa jalur yang
ada. Dari kereta yang terlihat canggih dan eurodinamis seperti Eurostar Italia,
hingga kereta Regionale yang nampak ‘biasa-biasa saja’.
Kami beranjak masuk ke dalam kereta. Kereta IC yang
kami tumpangi terdiri dari kompartemen-kompartemen. Tiap kompartemen
berkapasitas enam penumpang, tertutup dinding dan pintu kaca. Suasana di dalam
kereta lumayan senyap. Kereta pun berangkat tepat sesuai jadwal.
Sekitar tiga jam kemudian laju kereta yang kami
tumpangi melambat, memasuki Stasiun Levanto. Stasiun Levanto ini termasuk
kecil. Dibandingkan dengan Stasiun Kutoarjo misalnya, bisa dibilang Stasiun
Levanto lebih sederhana. Sangat kontras dibandingkan dengan Stasiun Milan yang belum
lama kami tinggalkan.
Levanto adalah sebuah ‘municipale’ atau kota di
Italia, gerbang menuju Cinque Terre. Cinque Terre, atau ‘five lands’, terkenal
dengan keindahannya dan termasuk dalam UNESCO World Heritage Site. Lima ‘desa’ Cinque
Terre terdiri dari: Monterosso, Vernazza, Corniglia, Manarola, dan Riomaggiore.
Setelah beristirahat di hostel Ospitalia del Mare di
Levanto, pagi harinya kami bersiap untuk melakukan hiking, menyusuri tebing
menuju Monterosso. Sebelumnya kami singgah dulu di CENTRO DI ACCOGLIENZA
TURISTICA (Tourist Information Centre) tak jauh dari hostel, menanyakan rute
hiking.
Berbekal peta dari petugas di Tourist Information
Centre, perjalanan pun dimulai. Beberapa kali kami berpapasan dengan beberapa pelancong
lain yang juga melakukan hiking. Gerimis yang turun semalam agak menyulitkan
medan. Beberapa ruas jalan terhalang pohon yang tumbang. Berjalan kaki selama
kurang lebih dua jam cukup melelahkan, tapi eloknya pemandangan dari atas
tebing yang kami daki menjadi penawarnya.
Sampai di Monterosso cuaca yang tadinya mendung berubah
cerah. Kami menyantap bekal makan siang ditemani beberapa pelancong yang
bermain parasailing dan berjemur di tepi pantai. Setelahnya saya menyempatkan
diri untuk berkeliling sambil melihat-lihat toko souvenir. Puas menjelajah
Monterosso, Vernazza menjadi tujuan kami berikutnya.
Kami memasuki lorong bertuliskan ‘Stazione di
Monterosso’, menaiki anak tangga menuju peron stasiun. Hampir sama seperti Levanto,
Stasiun Monterosso ini sedikit lebih kecil dan terkesan ‘tua’, dindingnya
bercatkan oranye kecoklatan. Dua terowongan nampak di ujung stasiun. Beberapa
kali terdengar pengumuman dari pengeras suara yang hanya bisa saya tangkap
jelas di ujung kalimatnya; “.. la linea gialla”. Belakangan saya tahu bahwa
pengumuman itu untuk memperingatkan para calon penumpang untuk tidak melewati
garis kuning di lantai yang membatasi para calon penumpang dengan rel / kereta
yang lewat.
Tiket Monterosso – Vernazza hanya seharga 1.6 Euro,
menggunakan kereta Regionale. Suasana di dalam kereta nyaman dan bersih, dengan
gordyn dan kursi empuk berwarna biru. Kurang lebih seperempat perjalanan,
kereta melambat melewati sebuah terowongan, dan kami pun tiba di Stasiun Vernazza.
Walaupun kecil, Stasiun Vernazza lumayan ramai.
Mungkin karena saat itu sudah menjelang sore dan banyak turis berdatangan.
Keluar dari stasiun, keramaian turis semakin terasa. Rangkaian bendera Italia
yang digantung di tali-tali berkibaran, toko-toko souvenir berderet di sisi
kiri dan kanan jalan. Deretan restoran dan kedai es krim tampak ramai dengan
para pembeli yang bercengkerama di halamannya. Lebih jauh berjalan, di sekitar
tebing terlihat perahu-perahu warna-warni terparkir.
Dari Vernazza kami beranjak ke Corniglia. Tiket kereta
Regionale dari Vernazza ke Corniglia juga seharga 1.6 Euro. Ternyata di Stasiun
Vernazza tidak terdapat mesin tiket; tiket didapat dengan mengantri di loket
yang dilayani seorang petugas. Tiketnya pun hanya berupa lembaran kertas berwarna
kuning yang isian tujuan dan tanggal-nya ditulis manual menggunakan bolpen oleh
petugasnya.
Kereta tiba di Stasiun Corniglia yang dibangun persis
di sisi tebing. Corniglia sendiri terletak di puncak tebing di atas laut. Untuk
mencapai Corniglia, para pelancong harus mendaki jalur pendakian semacam tangga
yang tersusun dari batu bata sepanjang kurang lebih 400 anak tangga. Karena
sudah merasa capai setelah hiking dari Levanto – Monterosso, saya memutuskan
untuk tidak ikut mendaki.
Dari Corniglia kami berpisah. Teman saya melanjutkan
ke dua desa berikutnya yaitu Manarola dan Riomaggiore, sedangkan saya memilih
kembali ke Levanto karena hari mulai gelap. Kembali naik kereta Regionale,
harga tiket Corniglia – Levanto adalah 2.1 Euro. Lucunya, kali ini pembelian
tiket tidak dilayani di loket melainkan di persis di sisi peron. Seorang petugas
yang berjas rapi dan berdasi duduk di depan meja melayani para calon penumpang.
Sungguh sangat sederhana, dan tidak menyangka bahwa hal ini ada di Italia.
No comments:
Post a Comment