Ini merupakan cernak
(cerpen anak) pertama yang saya kirim ke Majalah Ummi. Alhamdulillah langsung dimuat, horeeee ^_^. Pemuatannya lumayan
cepat, lagi. Kirim bulan Januari, dimuat di edisi bulan Maret. Untuk alamat email dan
behind the story-nya, bisa dibaca di postingan ini ya temans.. :)
GARA-GARA TALANG MAMPET
(oleh: Ofi Tusiana)
“Iya, kapan-kapan Abi lihat...”
Cuma itu jawaban Abi minggu lalu ketika Ummi dan Faiz
melaporkan talang rumah mereka. Ketika itu hujan deras. Aliran
air meluap dari talang
beton yang terletak di atas langit-langit ruang keluarga. Air yang meluap dari talang
mengalir menembus langit-langit dan akhirnya membasahi dinding.
Sudah dua hari ini Abi dinas ke luar kota. Di rumah cuma
ada Ummi dan Faiz. Hujan
deras yang turun terus
menerus sejak kemarin membuat Ummi dan Faiz khawatir.
Talang itu! Ummi dan Faiz mendongak mengamati
langit-langit di dapur dengan cemas. Satu-dua lajur aliran air turun
pelan-pelan dari tepian langit-langit yang berbatasan dengan dinding. Semakin
lama semakin banyak, sebelum akhirnya...
BRAK!
Langit-langit yang terbuat dari tripleks ambrol! Ummi memekik
panik. Faiz terlompat kaget. Percikan air mengenai tubuh dan kepala mereka.
Untung hanya satu bagian tripleks
yang ambrol. Rupanya tumpahan air dari talang yang meluap semakin
banyak, sehingga tripleks langit-langit tidak mampu menahannya lagi.
Segera saja, air seperti menyerbu rumah mereka dari
atas. Setelah tidak tertutup tripleks lagi, sekarang kelihatan air dari talang
memang meluap di sana-sini.
“Ya Allah, tolong kami..!” seru Ummi sambil bergegas
menyeret tripleks yang lepas ke samping rumah. Tanpa dikomando Faiz sigap
mengambil ember dan kain pel. Ditaruhnya ember-ember berjejer di dekat dinding,
menampung luapan air dari talang.
Ummi dan Faiz bahu membahu bekerja, mengepel air yang
membasahi lantai dan memeras airnya ke ember. Bergantian mereka membawa ember
yang penuh air ke kamar mandi untuk dibuang airnya.
“Hati-hati Faiz, lantainya licin,” Ummi setengah
berteriak, mencoba mengalahkan gemuruh suara hujan di luar.
“Huh, Abi sih... Nggak mau dengerin kita. Padahal kan sejak sebelum
pergi Abi sudah tahu kalau talangnya bermasalah Mi,” keluh Faiz.
Tangannya masih sibuk dengan kain pel.
“Daripada menyalahkan Abi, lebih baik kita fokus
beres-beres, Faiz.
Lihat, embernya sudah mau penuh lagi!” ujar Ummi.
Hari menjelang magrib. Deras hujan mulai reda, lalu
berhenti. Tapi di luar mendung tebal masih menggantung. Aduh, bagaimana kalau
turun hujan deras lagi. Jangan-jangan Ummi dan Faiz harus berjaga sepanjang
malam agar rumah mereka tak kebanjiran air yang turun dari talang.
“Kita telpon Abi aja ya Mi,” Faiz minta
persetujuan Ummi.
“Abi lagi kerja, Faiz. Lagian Abi sedang di luar kota,
tidak bisa datang
langsung walaupun ditelpon,” jawab Ummi.
“Tapi Abi harus tanggung jawab, Mi,” ujar Faiz
tak mau kalah.
Ummi tidak menjawab. Tapi dari kernyit di dahi Ummi, Faiz
tahu bahwa Ummi khawatir.
Rupanya hanya sebentar hujan berhenti. Sekarang hujan
mulai turun lagi, walau tidak sederas
tadi. Ummi bergegas ke luar rumah sambil membawa payung.
“Faiz tunggu di rumah sebentar, Ummi akan cari
bantuan.”
Ummi pergi sebentar kemudian muncul lagi bersama Mang
Udin, tukang kayu di kampung sebelah kompleks perumahan Faiz.
“Mungkin talangnya mampet, Bu,” kata Mang Udin.
Sambil hujan-hujanan, Mang Udin memanjat tangga ke atap
rumah untuk memeriksa talang. Ummi dan Faiz mengamati dari bawah.
“Hati-hati Mang!” seru Faiz.
Ternyata talang itu mampet karena tersumbat dedaunan
kering yang yang menumpuk dari waktu ke waktu. Di depan rumah Faiz memang ada
tiga pohon akasia yang besar. Mang Udin berhasil mengumpulkan hampir sekarung
daun kering. Wah, pantas saja air di atas talang meluap. Tumpukan daun kering
menyebabkan air tidak bisa mengalir dengan lancar.
Sayup azan magrib mulai terdengar ketika Mang Udin
turun dari tangga. Rintik hujan berubah menjadi deras lagi! Untunglah Mang Udin
sudah beres dengan urusan talang tersumbat.
“Terimakasih Mang Udin,” ujar Ummi dan Faiz hampir
bersamaan.
Ternyata hujan deras turun hampir sepanjang malam.
Kalau saja Ummi tidak memanggil Mang Udin dan talang tidak dibersihkan, bisa
jadi Ummi dan Faiz harus berjaga sepanjang malam, mengepel air yang meluap dari
talang.
Tiga hari kemudian Abi pulang dari luar kota. Segala
kehebohan akibat hujan deras telah berlalu.
“Akhirnya Abi pulang juga! Oleh-olehnya mana nih, Bi?” seru Faiz
menyambut Abi.
“Eit... Cium Abi dulu baru nagih oleh-oleh,” jawab Abi
tertawa.
“Abi sih, nggak tau ada kejadian apa tiga hari lalu.
Heboh, tau Bi...,”
Faiz merajuk.
Ummi tersenyum sambil melirik Abi.
“Abi tahu kok. Ummi kirim SMS malam harinya. Abi
bangga sama Faiz, sudah membantu Ummi dengan baik. Iya kan Mi?” kata Abi
yang disambut anggukan Ummi.
“Abi juga minta
maaf, karena tempo hari tidak segera menengok talang dan membersihkannya.
Padahal Ummi dan Faiz sudah sempat memberitahu Abi,” lanjut Abi.
“Faiz maafin deh, Bi. Yang penting oleh-olehnya memadai,” sahut Faiz
sambil mengedipkan sebelah mata.
Abi dan Ummi tertawa mendengar candaan Faiz.
(TAMAT)
Ternyata lumayan cepet ya, mba Ofi. Cuma dua bulan aja. Aku punya majalahnya. Kebetulan pas beli bobo sekalian beli. :D
ReplyDeleteAh keren Mak Ofi mah :)
ReplyDeleteSederhana dan menarik mak..
ReplyDeleteCeritanya mengalir Mbak. Aku suka.
ReplyDeleteMba ofi saya pernah mengirimkan cerpen sebanyak 4 kali. Alhamdulillah keempatnya ditolak ma media lokal.hehehehe. Sekarang melihat blog mba ofi lagi, saya jadi semangat pengen ngirim lagi ah. Kali ini pengen ngirim juga ceprpen anak2. Semat uda mau bikin buku untuk anak-anak. Tapi belum kesampean. Semoga kali ini bisa.
ReplyDeleteAku punya majalahnya Mbk. Cakep deh cernahnya
ReplyDelete