Kirim tanggal 5 Desember 2017, dapet konfirmasi untuk tayang dari redaksi tanggal 14 Maret 2018. Jadi masa tunggunya sekitar 3 bulan-an.
Happy reading!
ADA APA DENGAN MAMA?
Mama jadi aneh. Selera musiknya mendadak
berubah. Musik-musik jadulnya sebangsa lagu-lagu Peter Cetera, Lionel Richie,
kini berganti haluan.
Tuh, dengar saja suara dari kamar Mama.
Hello, hello, hello, how low.. Hello, hello, hello..!
Ha? Nggak salah tuh? Itu kan lirik
lagu Smells Like Teen Spirit-nya Nirvana. Sejak kapan Mama suka rock alternatif?
Nirvana pula. Jarang-jarang kan ibu-ibu yang sudah punya anak SMA suka Nirvana.
Bukannya selera Mama tuh lagu-lagu pop yang mendayu-dayu? Yang jelas bukan aliran
grunge macam Nirvana.
Bukannya dulu Mama juga suka sebel
jika Oom Adit, adik Mama, nyetel musiknya keras-keras?
Kalau Oom Adit memang metal abis. Ketika
masih kuliah dia sempat tinggal bersama kami. Dari Oom Adit pula aku mengenal Nirvana,
Pearl Jam, dan band-band rock alternatif tahun 90-an lainnya. Memang tidak umum
untuk gadis remaja seusiaku di jaman sekarang.
“Oom Adit, Mama sekarang aneh,”
ketikku di BBM. “Masa’ Mama jadi suka Nirvana.”
D, lalu R. Setelah itu datang
balasan dari Oom Adit. Emoticon
ngakak! Aduh, kok malah tertawa sih.
“Mamamu lagi jatuh cinta kali...”
Ha? Oom Adit ngaco. Sembarangan aja
dia jawabnya. Masa’ jatuh cinta selera musiknya malah jadi keras begitu.
Lagian, Mama kan bukan anak remaja lagi yang baru mengenal cinta. Walaupun...
“Mungkin memang sudah saatnya Mbak Ratih
jatuh cinta lagi,’ sambung Oom Adit di BBM.
Ya ya. Papa memang sudah lama tiada
dan Mama seorang diri membesarkanku. Tapi, aku tak siap jika Mama beneran
sedang jatuh cinta seperti kata Oom Adit barusan. Apalagi, selera musik Mama
jadi aneh begini.
Aduh, Mamaaaa!
*****
Aku mengaduk-aduk jus alpukat di
hadapanku dengan gelisah. Sudah sepuluh menit duduk di pojokan food court, tapi Oom Adit belum nongol
juga.
Mataku tertumbuk pada seorang lelaki
yang duduk tak jauh dari mejaku.
Perawakannya tegap, dengan kulit gelap dan rambut agak gondrong hampir
menyentuh bahu. Umurnya kira-kira sebaya dengan Oom Adit. Penampilannya cuek.
Dia memakai t-shirt hitam bergambar lukisan wajah Kurt Cobain. Vokalis Nirvana.
Gara-gara melihat gambar Kurt di
kaos lelaki itu aku langsung kepikiran Mama. Untuk itulah aku di sini. Janjian
dengan Oom Adit untuk mengobrol tentang perubahan Mama. Jangan-jangan lelaki
itu yang bikin Mama jadi aneh selera musiknya.
Aduh, jangan deh. Jangan sampai Mama
jatuh cinta dengan dia, atau dengan laki-laki seperti itu. Ah, pikiranku semakin
ngawur. Aku kan baru melihat laki-laki itu. Lagian, belum tentu Mama sedang
jatuh cinta. Apalagi sama anak muda.
“Hei, ngelamun aja!”
Ups, aku tak menyadari kedatangan Oom
Adit. Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di sampingku.
“Bikin kaget aja deh. Lama banget baru nongol sih Oom,” aku protes.
Oom Adit tertawa sambil menggeser
kursi untuk duduk. Lama juga kami tidak ngobrol berdua. Dulu, ketika masih
tinggal di rumah Mama, Oom Adit tempatku curhat, bertanya soal pelajaran
sekolah, dan diskusi soal apa saja, termasuk musik.
Tak heran selera musikku agak-agak
terpengaruh selera Oom Adit. Lumayan beda dibandingkan teman-teman di sekolah
yang suka K-Pop. Aku ikut-ikutan suka Nirvana dan Pearl Jam. Makanya Mama suka
sewot jika kami kompak menggelar konser mini di ruang tivi. Bising, kata Mama.
Nah sekarang kok Mama jadi ikutan suka Nirvana?
“Masak iya sih Oom, Mama sedang
jatuh cinta?” aku langsung ke pokok persoalan.
“Yaaa, mungkin saja kan. Jatuh cinta
tuh bikin orang jadi aneh dan tiba-tiba berubah, Ven,” jawab Oom Adit.
“Tapi kalo perempuan jatuh cinta,
biasanya kan justru suka hal-hal yang romantis Oom, termasuk lagu romantis. Nah
ini, Mama justru kebalikannya. Musiknya jadi keras gitu.”
“Mungkin Mamamu jatuh cinta sama
cowok metal, Ven,” jawab Oom Adit sambil nyengir sembari membuka-buka daftar
menu.
Oom Adit ini. Ponakannya lagi
bingung malah diledekin, bikin aku makin senewen.
“Jangan sampai jatuh cintanya sama
brondong...,” aku menggumam sendiri.
Oom Adit terbahak keras sekali mendengar
gumamanku. Sampai-sampai pria berkaos Kurt Cobain tadi menoleh ke arah kami. Uh,
kepalaku tiba-tiba menjadi pening.
*****
Hari Minggu pagi. Aku masih berniat
untuk melanjutkan tidur saat kudengar suara genjrang-genjreng musik dari kamar Mama.
Aduuuh, pagi-pagi Mama sudah heboh aja. Aku kan masih ingin tidur setelah
semalam pulang larut. Biasa, tugas kelompok sekaligus rapat OSIS di rumah
Katrin.
With the lights
out, it's less dangerous
Here we are now,
entertain us
Hingar-bingar suara Kurt Cobain
bersahut-sahutan dengan suara Mama. Duh, pagi-pagi sudah berisik.
Mau tak mau aku jadi bangun. Dengan
malas kuseret langkahku ke dapur. Mendadak perutku jadi lapar.
“Eeh, belum cuci muka kok sudah mau
sarapan aja,” tegur Mama.
“Mama mau pergi? Rapi amat
pagi-pagi,” tanyaku tak nyambung dengan teguran Mama.
Kuamati penampilan Mama. Segar,
dengan rok jeans dan blouse putih. Mama tampak jauh lebih muda daripada umur
sebenarnya. Dandanannya simpel saja, hanya bedak dan sepulas tipis lipstik.
Tidak menor seperti tante-tante seumurannya. Bisa jadi masih banyak lelaki muda
di luar sana yang naksir Mama. Hush, aku membuang pikiran ngawurku yang
lagi-lagi datang.
“Mau cuci mobil sebentar, habis itu
langsung ke rumah Tante Dian. Ada desain baju yang harus didiskusikan,” jawab Mama
sambil menuang jus jeruk dari pitcher
ke gelasnya. Mama memang punya usaha butik bersama Tante Dian.
Dari kamar Mama, suara Kurt Cobain
sudah berganti lagu. Kali ini “Come as You Are” versi unplugged.
“Mama sekarang jadi suka Nirvana
juga?” Ups, aku terlalu to the point.
Glek. Kulihat Mama agak tersedak.
Aku menatap Mama, menunggu jawaban. Tanpa komentar, Mama langsung beranjak dari
kursi.
“Jangan lupa habis ini langsung
mandi. Biar tak kucel begini,” ujar Mama mengacak rambutku dan bergegas pergi
begitu saja.
Suara Kurt Cobain sudah berhenti.
Tapi tanda tanya masih berkutat di benakku.
*****
Sepeninggal Mama, aku tak langsung
mandi seperti pesan beliau. Dengan penasaran, aku masuk ke kamar Mama yang tak
terkunci. Laptop masih dalam posisi terbuka, walaupun sudah off. Dari playlist di laptop biasanya Mama memutar
lagu-lagu, termasuk lagu Nirvana akhir-akhir ini. Menggantikan musik melow
milik Peter Cetera dan kawan-kawan.
Sempat terbersit niat untuk stalking isi laptop Mama, tapi urung
kulakukan. ‘Hargai privasi orang lain’, nasihat Papa itu selalu kuingat dan
kupegang.
Di sebelah laptop, foto Papa
terpajang. Mungkinkah sudah saatnya Mama kini membutuhkan pendamping baru? Hiks,
aku rasanya masih tak rela jika Mama jatuh cinta kepada lelaki lain selain Papa.
Apalagi seperti... Tiba-tiba saja bayangan lelaki berkaos Kurt Cobain
menyelinap di kepalaku.
No, no. Aku menggelengkan kepala
sendiri. Sepertinya aku harus segera mandi sekaligus keramas, menghilangkan
pikiran kacau itu. Lagian aku harus segera meluncur ke rumah Katrin. Masih ada
beberapa tugas yang belum selesai.
*****
Langit telah menghitam ketika aku
tiba di rumah. Rapat OSIS dan kegiatan ini-itu membuatku makin sering pulang
malam.
Di meja makan kudapati hidangan
makan malam yang sudah tersaji lengkap. Cumi masak kecap kesukaanku. Salut deh
sama Mama. Biarpun punya bisnis sendiri tapi masih selalu sempat memasak untuk
putri semata wayangnya ini.
Sayang aku sedang tak berselera
makan. Lagipula sebelum pulang tadi Rio si ketua OSIS mentraktir kami semua
makan bakso.
Setelah mandi dan ganti baju
kusempatkan diri untuk menggado cumi itu tanpa nasi. Malam ini aku di rumah
sendirian. Sore tadi kuterima sms dari Mama, mengabarkan beliau harus ke Yogya
karena Oma masuk rumah sakit. Penyakit jantungnya kambuh lagi.
Pelan, kukunyah cumi kecap masakan Mama.
Walau perutku sudah agak kenyang, tapi cumi ini tetap terasa nikmat di lidah.
Masakan Mama memang tak ada duanya.
Ah, tiba-tiba aku kangen Mama.
*****
“Mamamu memang lagi kesepian, Ven.”
Kalimat Tante Dian membuatku terkejut.
Siang itu aku mengunjungi rumah Tante
Dian. Ada kain titipan Mama yang harus diserahkan. Kemarin Mama tak sempat
membawa sendiri karena harus buru-buru mengejar pesawat ke Yogya.
“Mama kesepian? Lalu berusaha
menjadi lebih muda dengan musik-musik itu, untuk menggaet cowok..?” aku menyemburkan
kalimat itu dengan emosi.
Tante Dian malah tertawa. Memamerkan
barisan gigi depannya yang berhiaskan behel. Aku jadi makin cemberut.
“Kok menggaet cowok sih..?” tanya Tante
Dian, masih belum sepenuhnya berhenti tertawa.
“Kan nggak ada sejarahnya Mama suka
musik rock, Tante. Lha ini tiba-tiba seleranya jadi aneh..”
“Kamu nggak suka, kalo Mamamu menyukai
jenis musik yang sama denganmu..?” Kali ini wajah Tante Dian nampak serius. Tak
ada tanda-tanda mau tertawa lagi.
“Maksud Tante..?”
“Maaf ya, kalo Tante lancang. Tapi Mamamu
sebenarnya merasa kehilangan kamu, Vena. Gadis kecilnya kini telah menjadi gadis
remaja SMA yang super sibuk. Jadi, Mamamu bukan kesepian yang enggak-enggak
seperti bayanganmu. Dia hanya ingin kalian dekat lagi, seperti dulu,” jelas Tante
Dian panjang lebar.
Aku menunduk. Jadi itu sebabnya
mengapa selera musik Mama jadi berubah belakangan ini..? Sesederhana itu..?
Kuakui, akhir-akhir ini aku memang
sibuk sendiri. Sering pulang telat, sampai rumah langsung masuk kamar. Kalau
pagi, sarapan juga sering buru-buru. Hari libur, seringnya bangun siang dan
langsung capcus ke rumah Katrin atau teman yang lain. Tak ada lagi obrolan
hangat di meja makan bersama Mama. Apalagi nonton tivi sama-sama.
Kutepuk dahiku sendiri. Selama ini
sudah mengabaikan Mama, dan belakangan malah berprasangka buruk terhadap beliau.
Sampai-sampai membayangkan yang tidak-tidak. Duh, maafkan Vena, Mam..
“Jadi.. Mama bukannya sedang jatuh
cinta lagi kan, Tan..?” tanyaku memastikan.
Tante Dian tertawa lagi. Kali ini
sambil menggeleng-geleng. Lucu sekali kelihatannya. Mau tak mau aku jadi ikutan
tertawa.
Aku janji, setelah ini bakal lebih
sering meluangkan waktu bersama-sama Mama. Seperti dulu lagi. (TAMAT)
No comments:
Post a Comment