“It’s better if you use English even when you talk to other Indonesian students. Not Bahasa.”
Demikian ‘protes’ Profesor Carlos -- salah satu
dosen di kampus IHS Erasmus University Rotterdam -- setengah bercanda
tatkala beliau melintasi kami, geng mahasiswa Indonesia yang asyik mengobrol di depan papan pengumuman.
Prof. Carlos ini yang paling rajin mengingatkan
kami, rombongan mahasiswa Indonesia, jika kedapatan diskusi dalam
Bahasa Indonesia. Haha, dasar lidah Indonesia, walaupun di negeri
Belanda, tapi kalau sudah bertemu sesama orang Indonesia, rasanya lebih
nyaman bercakap dengan Bahasa Indonesia, bukan English. Tidak peduli di
kampus sekalipun, yang notabene berjuluk kampus internasional dengan
mahasiswa dari berbagai belahan dunia.
Sesaat setelah disentil Prof. Carlos, biasanya
kami akan tersenyum-senyum salah tingkah. Basa-basi mengucapkan “Thank
you” atau “I am sorry” lalu segera mengganti bahasa dalam obrolan kami
menjadi Bahasa Inggris. Tapi tak lama setelah bayangan beliau
menghilang dari pandangan, seketika obrolan in English pun berubah ke Bahasa Indonesia lagi. Dasar... :)
Ketika dalam satu grup diskusi ternyata ada
anggota grup sesama mahasiswa Indonesia, kembali, percakapan berbahasa
Indonesia tak bisa dihindarkan. Walau satu-dua kata. Apalagi jika salah
satu dari kami kesulitan mencari padanan Bahasa Inggris untuk suatu
kosakata. Diskusi kecil-kecilan dengan Bahasa Indonesia bisa menjadi
‘bekal’ kami sebelum berdebat dengan mahasiswa asing yang kritis-kritis.
Atau ketika menjelang ujian. Diskusi berbahasa Indonesia mengenai
bahan kuliah yang semuanya berbahasa Inggris akan sangat membantu
memahami mata kuliah yang akan diujikan.
Dengan cara itu, alhasil bisa menjadi lebih
siap dalam presentasi. Menjelaskan materi dengan panjang lebar dan
menghadapi pertanyaan dari dosen atau sesama mahasiswa (asing) di kelas
dengan taktis. Juga ketika menjawab soal-soal di dalam ujian. Kalau
begitu, nama Indonesia juga yang menjadi ‘harum’ karena mahasiswanya
dikenal pintar. Nah!
Hal yang lain adalah ketika ada sesuatu yang ‘aneh’ di dalam kelas atau di lingkungan kampus yang
menggelitik untuk dikomentari. Tentu lebih aman jika kami menggosipkan
dalam Bahasa Indonesia, hehehe. Eh, tapi yang terakhir ini sebetulnya
bukan contoh yang baik, ya... :)
Harus diakui, sebetulnya saya setuju juga dengan Prof. Carlos.
Tidak semestinya mahasiswa Indonesia asyik mengobrol dengan Bahasa
Indonesia ketika sedang berada di lingkungan kampus internasional,
terlebih ketika berada di antara mahasiswa asing dalam suasana formal.
Tapi kalau hanya sekali-sekali dan tidak keterusan, saya kira masih
wajar lah.
Hmm ya, kuliah boleh di Eropa. TOEFL 600 ke
atas. IELTS minimal 7. Tapi lidah memang tak bisa bohong. Sebagai orang
Indonesia, bagaimanapun Bahasa Indonesia tetap yang paling nyaman
diucapkan di lidah. Sekaligus sebagai perekat bangsa dan penawar rindu
akan tanah air tercinta.
Hidup Bahasa Indonesia!
* Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Penulisan "Bahasa Indonesia dan Kita" di Kompasiana
kl lg di negara orang bs main rahasia2an ya kl pk bahasa indonesia :D
ReplyDeletehehehe, betul mbak :D
Delete