“Berjanjilah untukku, Ra.”
“Apa?”
“Please promise me, always be strong..”
Pagi yang gerimis di Rotterdam Centraal.
Ra menunduk. Jemarinya yang terbungkus sarung tangan ungu tua masih menggenggam
erat pegangan koper. Pandangannya terpaku pada sepatu boots Aryo, yang hanya seinci dari roda kopernya.
Masih ada waktu 10 menit sebelum kereta
menuju Schiphol datang.
***
Seminggu
yang lalu.
Tak pernah disangka Ra, dia akan bertemu
lagi dengan Aryo setelah sekian lama. Bertahun-tahun berpisah tanpa kabar, dan kini
mereka bertemu lagi di acara Cultural Night di Delft.
Aryo. Lelaki itu tak jauh berubah
semenjak enam tahun lalu. Semenjak Ra kehilangan jejaknya, setelah Ra
memutuskan untuk menerima pinangan Harris.
Mungkinkah Aryo sakit hati? Tapi
mengapa harus sakit hati, sedangkan di antara mereka tak pernah ada kejelasan
status. Kekasih bukan, apalagi tunangan.
Mereka ‘hanya’ berteman baik. Aryo
selalu ada ketika Ra membutuhkan. Namun sebagai perempuan, Ra juga butuh
kepastian. Dan Ra mendapatkannya dari Harris.
“Apa kabarmu?” tanya Aryo, ketika mereka
akhirnya duduk semeja. Memisahkan diri dari keramaian.
“Yaah, seperti yang kau lihat.
Bagaimana? Kelihatan sehat kan?” Ra mengangkat kedua alis, sambil tersenyum.
Berusaha terlihat ceria.
Lalu obrolan pun mengalir begitu saja. Aryo
masih sehebat dulu. Karirnya melesat, menerbangkannya dari satu negara ke
negara lainnya. Hingga takdir mempertemukan mereka di acara Cultural Night
malam itu di Delft.
Baru sebulan terakhir Aryo memulai karirnya sebagai
peneliti di kampus setempat. Sementara Ra justru akan kembali ke Indonesia
setelah dua bulan mengikuti shortcourse
di Erasmus University.
Aryo tak menyinggung-nyinggung soal
keluarga. Kebetulan, karena Ra juga tak ingin membahas soal satu ini.
Ketika Ra harus pamit kembali ke
Rotterdam malam itu, Aryo menggumam pelan, “Aku tahu bagaimana Harris
memperlakukanmu.”
Membuat Ra tertegun sesaat, sebelum akhirnya bergegas
mengejar rombongan teman-temannya.
Ah, Harris. Ra masih bisa mengingat rasa
nyeri itu. Bahkan lebam di pinggang kirinya masih membekas hingga kini. Tapi
semua luka di badan sungguh tak seberapa dibandingkan lara yang tertoreh hati: Harris
dan wanita-wanitanya.
“Bagaimana
Aryo bisa tau Rin? Kamu yang cerita?” jemari Ra lincah mengetik di atas kibor
laptop sesampainya kembali di apartemen.
Kotak dialog di depannya langsung
berhias emoticon nyengir. Khas Airin,
sahabat karibnya sejak SMP.
“Aaah, jadi akhirnya kalian ketemu juga
di Belanda?” balas Airin.
“Memangnya kenapa kalo ketemu? Lagian seminggu
lagi aku sudah harus balik ke Indo.”
“Dia masih sendiri Ra. Ayolah Ra, sampai
kapan kamu bertahan?”
Kalimat terakhir Airin membuat Ra
termangu. Sahabatnya tak pernah tahu, masalahnya tak sesederhana itu. Ada
banyak hati yang harus dijaga. Termasuk milik Aubrey, putri semata wayangnya.
***
Ra sungguh terkejut ketika pagi itu Aryo
muncul di pintu apartemennya. Tepat ketika Ra mengemasi kopernya, bersiap
menuju stasiun. Mengingatkan Ra pada masa-masa dulu, betapa Aryo selalu ada
untuknya.
Dan di sinilah mereka sekarang. Stasiun Rotterdam
Centraal. 10 menit teramat singkat untuk sebuah perpisahan yang entah kapan
ujungnya.
“Janji ya Ra, kamu akan selalu jadi
perempuan kuat, seperti Ra yang kukenal...,” ulang Aryo.
Mata Ra menghangat. Tempias gerimis semakin
deras, membasahi jaket tebal dan boots
mereka.
Meski
t’lah jauh ke mana
kau
coba ‘tuk sembunyi
Satu
saat nanti akan kembali... jua
oleh
cinta
*(Tulisan
ini saya ikutkan di audisi Project tentang Kita - Flash Fiction, 2014)
Saya
suka genre flash fiction (semacam cerita pendek -- tapi lebih pendek dari
cerpen) yang bercirikan twist-ending, atau bisa juga open-ending alias ending
yang menggantung.
Nah, saya
biasanya memang suka ngasih ending yg nggantung itu.. hehe. Jadi ada rasa
penasaran-penasarannya :D
Btw project
ini adalah semacam tribute to KLa Project. Saya ngambil inspirasi dari lagu KLa
yang 'Meski Tlah Jauh'.
Walopun saya sebenernya ngefansnya ke Sheila on 7 sih.. hihi.
Walopun saya sebenernya ngefansnya ke Sheila on 7 sih.. hihi.
Ide cerita
dari ngarang saja. Tapi settingnya terus terang terinspirasi dari suasana
ketika sempat tinggal di NL.
Misal saat
hadir di acara cultural night di Delft.. dan terutama di stasiun Rotterdam pas
nganterin rombongan teman yang akan kembali ke Indonesia setelah selesai
shortcourse. Plus ketika kami mau back for good.. Waktu itu kami rame-rame
geret koper besar-besar dari apartemen ke halte tram, trus dari halte ke
stasiun, hehe. Dan cuacanya mendung gerimis..
Saat itu
saya sudah membayangkan, rasanya bagus dijadikan setting cerita.
Stasiun, gerimis, dan farewell.. such a nice combination for a love story, no? <3
Stasiun, gerimis, dan farewell.. such a nice combination for a love story, no? <3
Setelah
kembali di Indo beberapa lama, baru cerita ini saya tulis. Kebetulan pas ada
event project itu tadi. Ditambah beberapa curhatan teman tentang mantan dan
CLBK.. hehe. Dengan modifikasi sana-sini, jadilah cerita ini :D
Hope everyone enjoying it, ya.. :)
No comments:
Post a Comment