gambar diambil dari sini |
Siapa sih yang tidak ingin punya rumah sendiri? Apalagi bagi
orang yang sudah berumah tangga, tentulah ingin tinggal di rumah sendiri, bukan
mengontrak atau tinggal bareng mertua.
Menjadi ‘kontraktor’ terus menerus
tidaklah nyaman. Kalau habis masa kontrakan harus repot mencari kontrakan baru.
Mau beli barang atau mempercantik rumah, masih harus berpikir dua-tiga kali,
karena rumah yang dihuni bukan rumah sendiri. Tinggal di rumah mertua juga
seringkali menimbulkan konflik antara mertua-menantu. Jadi, paling nyaman dan
‘merdeka’ memang tinggal di rumah sendiri. Bebas mengatur interior, bebas pula
jika sewaktu-waktu ingin merenovasi tempat tinggal.
Sayangnya semakin hari harga rumah semakin melangit. Menunggu tabungan mencukupi, rasanya terlalu lama, malahan bisa jadi ‘kalah’ dengan inflasi dan harga rumah semakin melonjak. Jadi bagaimana dong, jika dana memang belum cukup untuk membeli rumah? Jawabannya adalah KPR alias Kredit Pemilikan Rumah. KPR merupakan salah satu solusi perbankan bagi mereka yang menginginkan untuk segera memiliki rumah pribadi, sebuah hunian yang nyaman untuk keluarga.
Seperti pengalaman pasangan muda; Emma –- adik saya, dan
suaminya Rudy -- berikut ini.
Setelah mengontrak rumah selama setahun, mereka berpikir
untuk segera mewujudkan salah satu rencana
masa depan mereka, yaitu memiliki rumah sendiri. Mereka menyadari, semakin
ditunda untuk membeli rumah, harganya akan semakin mahal. Kebetulan ada salah
satu tetangga di kompleks rumah kontrakan mereka yang berniat untuk menjual
rumahnya. Lokasi strategis dengan lingkungan yang aman dan sudah dikenal baik,
plus desain rumah yang cantik dengan luas tanah yang relatif lapang;
betul-betul sebuah kriteria hunian ideal bagi pasangan muda ini.
Karena dana mereka belum mencukupi untuk membeli rumah
tersebut secara cash, Rudy dan Emma
pun sepakat untuk menggunakan KPR. Ya, tidak hanya untuk pembelian rumah baru,
fasilitas KPR pun bisa digunakan untuk membeli rumah second. Dengan KPR, Rudy dan Emma cukup menyiapkan dana untuk uang
muka pembelian rumah.
Sekarang ini banyak bank yang memiliki dan menawarkan
fasilitas KPR dengan berbagai iming-iming kemudahan dan promosi. Rudy dan Emma
pun segera survey dan mencari tahu KPR
bank apa yang sekiranya cocok dan paling ‘menguntungkan’. Setelah browsing, membaca brosur, dan konsultasi
dengan beberapa bank, akhirnya Rudy dan Emma menjatuhkan pilihan pada KPR BCA,
salah satu produk perbankan yang
disediakan oleh BCA.
- Suku bunga kompetitif serta floating yang rendah dan stabil
- Bisa lunas lebih awal tanpa penalti
- Program Fix & Cap: Fix 3 tahun pertama dan Cap untuk 2 tahun selanjutnya, nilai bunga maksimal 10%
- Dapat men-top up jumlah pinjaman
- Syarat mudah dengan pelunasan dipercepat baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali untuk program-program KPR BCA. Penawaran khusus dengan developer kerjasama KPR BCA
- Kepastian bunga dengan program bunga Fix & Cap
- Bunga rendah, stabil, dan angsuran ringan
Alasan lain mereka memilih KPR BCA adalah kemudahan transaksi di bank BCA. Ada
banyak pilihan bertransaksi bagi nasabah BCA; selain transaksi tunai dan non
tunai via ATM BCA, ada pula fasilitas internet
banking dan mobile banking. Semua
ini tentunya memudahkan Rudy dan Emma dalam melakukan pembayaran KPR BCA.
Selain itu, “Kami juga terkesan dengan layanan perbankan BCA yang
ramah, cepat, dan lengkap. Betul-betul sangat membantu dan menguntungkan
nasabah,” imbuh Rudy yang segera ditimpali oleh anggukan setuju Emma.
Berkat KPR BCA, Rudy dan Emma bisa segera memiliki sebuah
rumah idaman, tanpa perlu menunggu bertahun-tahun. Bahkan mereka tertarik untuk
berinvestasi dengan properti, yaitu membeli satu rumah lagi untuk kemudian
disewakan, sehingga mereka bisa memiliki passive
income. Pasangan muda ini menginginkan kelak akan bisa memiliki kebebasan finansial dengan berinvestasi
di properti.
Wow, dengan KPR BCA, apa sih yang tidak bisa?
***
*tulisan ini diikutkan dalam kompetisi “Berbagi Cerita bersama BCA”.
waduk ah
ReplyDeletePengalaman KPR
ReplyDeleteSaya kredit KPR tahun 2008. Akad dengan pokok 208 juta dan bunga 242 juta (bunga 12% fix efektif atau 7,75% fix flat per tahun selama 15 tahun). Cicilannya 2,5 juta per bulan. Saya lihat perbandingan utang pokok dengan bunga tidak proporsional. Angsuran awal, bunga sangat besar sedangkan pokoknya kecil.
Saat ini, saya sudah mencicil selama 7 tahun. Jadi uang yang sudah saya setor ke bank adalah 2,5 juta x 12 x 7 = 210 juta. Ternyata pokok utang saya masih 150 juta. Berarti pokok utang yang sudah saya bayar sebesar 208 - 150 = 58 juta. Bunga yang sudah saya bayar selama 7 tahun adalah 210 - 58 = 152 juta. Berarti bunga yang saya bayar 152 / 58 = 262% untuk 7 tahun. Ini setara dengan 262% / 7 = 37%. Gila bener. Padahal harusnya 7.75% per tahun nya. Perbandingan bunga dengan pokok yang tidak proporsional menyebabkan kenaikan bunga dari 7,75% menjadi 37%. INI GILA. Ini lebih besar dari KTA mana pun.
Gila bener. Perbandingan bunga dan utang pokok yang tidak adil sangat merugikan nasabah. Ini berarti nasabah harus membayar bunga per tahun lebih besar dari yang disepakati. INI ADALAH KECURANGAN.
Sistem yang adil adalah persentase bunga dan pokok harus sama dari setiap angsuran dari tahun ke tahun. Jika perbandingannya adil, maka utang pokok yang sudah saya bayar adalah (208 / 450 ) x 210 = 97 juta. Sehingga utang pokok saya tinggal 208 - 97 = 111 juta. Berarti saya dicurangi sebanyak 150 - 111 = 39 juta selama 7 tahun. INI GILA.
WASPADALAH. Saya dicurangi oleh perbankan. Bagaimana dengan ANDA?
Dan ingatlah. Perbandingan antara bunga dan pokok yang tidak adil ini tidak pernah disebutkan oleh bank manapun. WASPADALAH...WASPADALAH